Askep Myoma Uteri

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
By. Anik Widyastuti


I.Definisi
Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri ( 97 % ), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.

II.Etiologi
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa
Myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.

III.Lokalisasi Mioma Uteri
1.Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus.
2.Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu.
Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada permukaan uterus.

IV.Komplikasi
1.Pertumbuhan leimiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2.Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3.Nekrosis dan Infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

V.Pemeriksaan Diagnostik
1.Pemeriksaan Darah Lengkap
Haemoglobin : turun Albumin : turun
Lekosit : turun/meningkat
Eritrosit : turun
2.USG
Terlihat massa pada daerah uterus.
3.Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4.Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5.Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6.ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.

Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai.. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.
Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi total abdominal.
Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )
TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis .
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas, leymiomas dan chronic endometriosis.

VI.Asuhan Keperawatan
A.Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data, pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan (Depkes RI, 1991 ).

1.Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a.Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b.Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c.Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

2.Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :
a.Lokasi nyeri :
b.Intensitas nyeri
c.Waktu dan durasi
d.Kwalitas nyeri.

3.Riwayat Reproduksi
a.Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
b.Hamil dan Persalinan
1)Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2)Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

4.Data Psikologi.
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.

5.Status Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.


6.Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.

7.Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.

8.Status Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

B.Diagnose Keperawatan
1)Gangguan Rsa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai.
2)Gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3)Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual .
4)Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang benar.

C.Rencana Tindakan
Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf. :
1)Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2)Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
3)Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
4)Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
5)Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
6)Observasi efek analgetik (narkotik )
7)Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan, oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.
1)Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine
2)Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3)Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
4)Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )
5)Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
6)Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan urine.
7)Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
1)Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2)Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3)Libatkan klien dalam perawatannya
4)Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
5)Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
6)Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
7)Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas, menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan denganterbatasnya imformasi.
1)Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2)Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3)Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4)Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5)Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6)Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
7)Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
•Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
•Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
•Jelaskan resiko penggunaan therapy
•Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.



DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta

Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001

…………….2001. Diktat Kuliah Ilmu Keperawatan Maternitas TA : 2000/01 PSIK.FK. Unair, Surabaya

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Askep Ca Serviks

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
By. Diah Nining Pujiastuti


CARCINOMA CERVIX
(Ca Cervix)

A. Pengertian
Suatu keadaan di mana sel kehilangan kemampuannya dalam mengendalikan kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya.
Normalnya, sel yang mati seimbang dengan jumlah sel yang tumbuh. Apabila sel tersebut sudah mengalami malignansi/ keganasan atau bersifat kanker maka sel tersebut terus menerus membelah tanpa memperhatikan kebutuhan, sehingga membentuk tumor atau berkembang “tumbuh baru” tetapi tidak semua yang tumbuh baru itu bersifat karsinogen. (Daniele gale 1996).

B. Faktor resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden Ca Cervix adalah: Usia, ras, etnik, status sosial ekonomi, pola seksual, perokok, dan terpajan virus terutama virus HIV. Pada usia 45-55 merupakan puncak insiden terjadinya Ca cervix. Wanita amerika asal afrika dan asal hispanik mempunyai angka kejadian yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok masyarakat kulit putih (Caucasian). Pada wanita yang aktif menjalankan aktivitas seksual di waktu muda serta berganti-ganti pasangan mempunyai resiko yang lebih besar.

C. Jenis kanker
Ada dua tipe utama dalam pembagian Ca Cervix, yaitu: Ca tipe Skuamosa dan Tipe Adenokarsinoma. Karsinoma Skuamosa insidennya mencapai 80-95 % dan sering terjadi pada usia lanjut. Dan sisanya merupakan insiden dari Adenokarsinoma yang sering terjadi pada wanita muda dan biasanya Ca ini berkembang menjadi sangat agresif.

D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Gale tidak ada tanda yang spesifik pada kasus Ca ini. Pada kasus ini tidak selalu tampak tumor, tetapi kadang terjadi perdarahan karena ulserasi pada permukaan cervix. Adanya perdarahan inilah yang mengharuskan wanita ini datang ke pusat pelayanan kesehatan, adanya nyeri abdomen dan punggung bawah mungkin dapat menjadikan petunjuk bahwa penyakit ini telah berkembang dengan sangat cepat.

E. Pemeriksaan diagnostik
1.Pemeriksaan skrining dengan menggunakan pap smear (Prostatic Acid Phospatase).
2.Pemeriksaan dengan tehnik biopsi di temukan adanya keganasan.
3.Pemeriksaan secara radiologis (CT Scan dan MRI) untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran lokal dari Ca tersebut.
4.Pemeriksaan laboratorik, misalnya CEA (Carcinogenic Embrionic Antigen), mungkin juga terjadi anemia, penurunan atau terjadi peningkatan trombo.

F .Diagnosa keperawatan
1.Koping individu tak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi ginekologis dan prognosis yang tak menentu.
2.Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampak diagnosis kanker terhadap peran pasien dalam keluarga.
3.Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4.Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan trombositopeni
5.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia dan trombositopenia
6.Tidak toleran terhadap aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan pemberian kemoterapi
7.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi, mual atau muntah.
8.Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan terbatasnya informasi

G.Rencana keperawatan

1.Diagnosa keperawatan 1
Tujuan:
Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai pada tingkat yang dapat diatasi: mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses pengambilan keputusan.
Intervensi:
a.Gunakan pendekatan yang tenang dan ciptakan suasana lingkungan yang kondusif.
R/ Membantu pasien dalam membangun kepercayaan terhadap tenaga kesehatan.
b.Evaluasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan.
R/ Membantu pengkajian terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan.
c.Dorong sikap harapan yang realistis.
R/ Meningkatkan kedamaian diri.
d.Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.
R/ Meningkatkan kemampuan pasien dalam menguasai masalah.
e.Berikan dorongan spritiual.
R/ Perasaan dekat dengan Tuhan akan meningkatkan kemampuan pasien beradaptasi dengan kondisinya.

2.Diagnosa keperawatan 2
Tujuan:
Mengungkapkan dampak dari diagnosis kanker terhadap perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi konflik peran tersebut atau perubahan peran.
Intervensi:
a.Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran yang biasa dilakukan didalam keluarga, kerja dan komunitasnya.
R/ Untuk mengkaji atau menggali peran dasar yang di miliki pasien sebelum ia sakit.
b.Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan peran yang spesifik yang dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.
R/ Untuk mengembangkan perubahan peran yang mungkin perlu.
c.Bantu pasien mengidentifikasi strategi yang positif untuk menangani perubahan peran tersebut.
R/ Memperbaiki solusi dari potensial konflik peran.
d.Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran anggota keluarga yang sakit.
R/ Komunikasi terbuka membantu dalam mencegah konflik perubahan peran yang berlebihan.

3.Diagnosa keperawatan 3
Tujuan:
Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
a.Pantau tanda vital tiap 4 jam atau lebih sering jika diperlukan.
R/ Demam atau hipotermia dapat mengindikasikan timbulnya infeksi pada klien yang mengalami granulositopenia.
b.Tempatkan pasien pada lokasi yang tersendiri.
R/ Terhindarnya kontak dengan seseorang yang mengalami infeksi saluran pernafasan atau yang lain menurunkan resiko terjadinya infeksi.
c.Bantu pasien dalam menjaga higienitas perseorangan.
R/ Menurunkan hadirnya organisme endogen.
d.Anjurkan pasien beristirahat sesuai dengan kebutuhan.
R/ Keletihan dapat menurunkan fungsi imun.
e.Kolaborasi dalam: Pemeriksaan kultur (sputum, urine dan luka terbuka lain), pemberian antibiotika.
R/ Pemeriksaan kultur membantu menentukan sensitivitas dan resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu.

4.Diagnosa keperawatan 4
Tujuan:
Pasien terbebas dari perdarahan dan hipoksia jaringan.
Intervensi:
a.Kolaborasi dalam pemeriksaan DL (Hb dan Trombo ) secara rutin/ berkala.
R/ Penurunan Hb dan trombosit dapat menjadi indikasi dari terjadinya perdarahan.
b.Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan (Hindari trauma, hindari tindakan invasif, anjurkan pasien untuk menggunakan sikat gigi yang berbulu halus).
R/ Menurunkan resiko komplikasi dari terjadinya trombositopenia.
c.Observasi tanda-tanda perdarahan (Pusing, petekie, sekret yang ada diserta darah, pucat).
R/ Secara klinik anemia yang cukup berarti memerlukan transfusi darah.
d.Observasi tanda-tanda vital.
R/ Munculnya hipotensi dan takikardia mungkin menjadi tanda adanya perdarahan.
e.Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC (trombosit concentrate).
R/ Transfusi diberikan jika Hb mencapai 8 gr% dan trmbosit mencapai 20.000 sel/mm3.

5.Diagnosa keperawatan 5
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia. Pencegahan terhdap terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi:
a.Kolaborasi dalam pemeriksaan Hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
R/ Memberikan informasi yang jelas sebagai bahan untuk melakukan evaluasi respons pasien terhadap transfusi.
b.Berikan cairan secara tepat.
R/ Mencegah terjadinya hidrasi yang berlebihan.
c.Pantau dan atur kecepatan infus.
R/ Mencegah terjadinya resiko overload yang dapat meningkatkan beban kerja jantung.
d.Kolaborasi dalam pemberian transfusi
R/ penmabahan sel darah akan membantu meningkatkan perfusi ke jaringan.

6.Diagnosa keperawatan 6
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal. Pasien akan memaksimalkan energi dengan beristirahat dengan meminimalkan efek keletihan pada aktivitas sehari-hari.
Intervensi:
a.Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pada pasien.
R/ Menentukan data dasar untuk membantu pasien yang sering mengalami keletihan.
b.Anjurkan kepada pasien untuk mempertahankan pola istirahat/ tidur sebanyak mungkin dengan diimbangi aktivitas.
R/ meningkatkan kontrol diri.
c.Bantu pasien menrencanakan aktivitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang dialami.
R/ Meningkatkan aktivitas selama proses pencegahan keletihan.
d.Anjurkan pada pasien untuk melakukan latihan ringan.
R/ Memberikan kesempatan untuk istirahat serta latihan ringan dapat meningkatkan pola istirahat.
e.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ Peningkatkan kemampuan berkativitas merupakan indikasi dari ber- kurangnya tingkat keletihan yang dialami pasien.

7.Diagnosa keperawatan 7
Tujuan:
Masukan atau intake yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
a.Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
R/ Memberikan data dalam pemberian menu dan pantang atau alergi pasien.
b.Kolaborasi dengan gizi dalam pemberian dengan menu yang sesuai dengan diet yang ditentukan.
R/ Memberikan perencanaan dalam pemberian nutrisi kepada pasien sesuai dengan diet.
c.Pantau masukan makanan oleh klien.
R/ Memberikan informasi untuk evaluasi dan rekomendasi terhadap tindakan selanjutnya.
d.Anjurkan agar klien membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan disesuaikan dengan diet.
R/ Meningkatkan pengembalian pada diet reguler.
e.Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai kebutuhan.
R/ Dengan mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan.

8.Diagnosa keperawatan 8
Tujuan:
Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan dan tujuan dari pemberian terapi.
Intervensi:
a.Baringkan pasien diatas tempat tidur.
R/ Memberikan serta meningkatkan rasa nyaman.
b.Kaji kepatenan kateter abdomen.
R/ Meningkatkan drainase aliran dari terapi.
c.Berikan obat premedikasi sesuai dengan pesanan.
R/ Mencegah reaksi yang mungkin muncul dalam pemberian terapi.
d.Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama dalam pengobatan.
R/ Meningkatkan pengenalan dini terhadap masalah yang potensial terjadi.
e.Jelaskan kepada pasien efek yang dapat terjadi (dalam waktu lambat, sedang dan cepat).
R/ Memberikan informasi terhadap perawatan mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Gale, Daniele, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media aesculapius Universitas Indonesia
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

asuhan keperawatan pada pasien dengan hernia

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
Nama : Anak Agung Ayu Mirah Anggreni
Nim : 04.07.1699


A. Pengertian
Secara umum hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi atau rongga dari berbagai organ internal melalaui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (griffith,1994).

Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup. hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/sebagian dari organ melalui lubang pada struktur disekitarnya.

Hernia Inguinalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kanalis ingunal (lipatan paha) . Operasi hernia adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula dan menutup cincin hernia.


B.KLASIFIKASI

1. Menurut Letaknya

a. Inguinalis ada dua yaitu hernia inguinal lateralis dan hernia inguinal medialis.
Hernia Inguinal Lateralis adalah terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria. Hernia ini dapat menjadi besar dan sering turun ke skrotum.

Hernia Inguinal Medialis adalah melewati dinding abdomen di are kelemahan otot. Ini umum terjadi pada lansia. Secara bertahap terjadi apada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital

b. Femoral :hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita . ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung

c. Umbilikal : hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal . ini biasanya terjadi klien gemuk dan wanita multipara .

d. incisional : batang usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah


2. Menurut terjadinya

a. Hernia bawaan atau kongenital
patogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis ; kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. pada bulan ke 8 kehamilan , terjadi desensus testis melalui kanal tersebut . penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang di sebut dengan prosesus vaginalis peritonei .

b. Hernia dapatan atau aquisita

3. Menurut sifatnya

a. Hernia reponibel yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk. usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaringatau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeriatau gejala obstruksi usus

b. Hernia iropenibel yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peri tonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena fibrosis). tidak ada keluhan nyeri atau pun tanda sumbatan usus.

c. Hernia strangulata yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia . Hernia strangulata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia ini mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit.



C. ETIOLOGI
a. Hernia Inguinalis / Congenital
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali
kongenital atau karena sebab yang didapat. Lebih banyak
pada pria ketimbang pada wanita. Faktor yang dipandang
berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut (karena
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat,
mengejan pada saat defekasi dan miksi misalnya akibat
hipertropi prostat) dan kelemahan otot dinding perut karena
usia.
Adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor
lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar. Tekanan
intraabdominal yang meninggi secara kronik seperti batuk
kronik, hipertropi prostat, konstipasi dan ansietas sering
disertai hernia inguinalis.
Secara patofisiologi hernia inguinalis adalah prolaps
sebagian usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong
skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan
menutup yang bersifat kongenital. Hernia inkarserata terjadi
bila usus yang prolaps itu menyebabkan konstriksi suplai
darah ke kantong skrotum, kemudian akan mengalami nyeri
dan gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik
abdomen, tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah)
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com 7
Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat
kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah
apendiktomi.
Processus vaginalis peritoneum persisten
Testis tidak samapi scrotum, sehingga processus tetap
terbuka
Penurunan baru terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran,
sehingga processus belum sempat menutupdan pada
waktu dilahirkan masih tetap terbuka
Predileksi tempat: sisi kanan karena testis kanan
mengalami desensus setelah kiri terlebih dahulu.
Dapat timbul pada masa bayi atau sesudah dewasa.
Hernia indirect pada bayi berhubungan dengan
criptocismus dan hidrocele
b. Hernia Femoralis
Umumnya dijumpai pada wanita tua, kejadian pada
perempuan kira-kira 4 kali laki-laki. Pintu masuk hernia
femoralis adalah anulus femoralis. Secara patofisiologis
peninggian tekanan intra abdominal akan mendorong lemak
pre peritoneal ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi
pembuka jalan terjadinya hernia. Faktor penyebab lainnya
adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi jaringan
ikat karena usia lanjut.
Ada factor predisposisi
Kelemahan struktur aponeurosis dan fascia tranversa
Pada orang tua karena degenerasi/atropi
Tekanan intra abdomen meningkat
Pekerjaan mengangkat benda-benda berat
Batuk kronik
Gangguan BAB, missal struktur ani, feses keras
Gangguan BAK, mis: BPH, veskolitiasis
Sering melahirkan: hernia femoralis (karisyogya.blog.m3-
access.com).


D. PATOFISIOLOGI
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami
pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat
sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batukyang
kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu
tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin
disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup
kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama,
pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi
kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian
terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan
pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan
kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami
kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan
dapat menyebabkan ganggren.


E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Terapi konservatif/non bedah meliputi :
 Pengguanaan alat penyangga bersifat
sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada
hernia ventralis.
 Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan
Hernia inkaseata yang tidak menunjukkan gejala
sistemik.
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com 9
2) Terapi umum adalah terapi operatif.
3) Jika usaha reposisi berhasil dapat dilakukan operasi
herniografi efektif.
4) Jika suatu operasi daya putih isi Hernia diragukan, diberikan
kompres hangat dan setelah 5 mennit di evaluasi kembali.
5) Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat
sebaiknya digunakan marleks untuk menguatkan dinding
perut setempat.
6) Teknik hernia plastik, endoskopik merupakan pendekatan
dengan pasien berbaring dalam posisi trendelernberg 40 OC.
7) Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri,
misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi,
dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
8) Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi,
kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein
untuk mempercepat sembelit dan mengadan selama BAB,
hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang
dapat memperburuk gejala-gejala.
9) Hindari aktivitas-aktivitas yang berat.


F. KOMPLIKASI
 Hernia berulang,
 Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien
laki-laki,
 Pendarahan yang berlebihan / infeksi lluka bedah,
 Luka pada usus (jika tidak hati-hati),
 Setelah herniografi dapat terjadi hematoma,
 Fostes urin dan feses,
 Residip,
 Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.


G. MANAGEMEN KEPERAWATAN
A).Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah
meliputi :
o Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema
pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis
vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
o Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ;
factor-faktor stress multiple, misalnya financial,
hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan
ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
o Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk
obesitas) ; membrane mukosa yang kering
(pembatasan pemasukkan / periode puasa pra
operasi).
o Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
o Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan,
plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker
terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit
hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan
dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com 11
darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ;
demam.
o Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid,
antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid,
antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).
B).Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
Periode post-operatif (Doenges, 1999).
o Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
o Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi
bedah/operasi.
o Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post
operasi.
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.

Diagnosa perawatan Post Operasi (Doengoes 1999)

1).Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri
berkurang
- tanda-tanda vital normal
- pasien tampak tenang dan rileks
INTERVENSI
- pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala
nyeri
Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam
melakukan tindakan keperawatan.
- Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
- Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan
mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
- Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan
membuat perasaan lebih nyaman
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri
sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
2).Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi
bedah/operasi.
Tujuan : tidak ada infeksi
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan kotor.
- Tanda-tanda vital normal
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com 13
INTERVENSI
- Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar
kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh
berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang
masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik
mencegah risiko infeksi.
- Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti
infus, kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi
nosokomial.
- Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah
leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda
infeksi.
- Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.
3).Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post
operasi.
Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman
Kriteria hasil : - pasien mengungkapkan kemampuan
untuk tidur.
- pasien tidak merasa lelah ketika bangun
tidur
- kualitas dan kuantitas tidur normal

INTERVENSI
1) Mandiri
a) Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur
sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan
aktivitas mental / fisik pada sore hari.
Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang
lama mengakibatkan kelelahan yang dapat
mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang
terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang
meningkatkan waktu tidur.
b) Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus
menerus
Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan
agitasi dan menghambat waktu istirahat.
c) Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai
perkembangan hari demi hari.
Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan
tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom
sundowner) dapat melanggar pola tidur yang
mencapai tidur pulas.
d) Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur.
Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu
untuk tidur.
Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan :
Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk
memungkin pasien membuang kelebihan energi dan
memfasilitas tidur.
e) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi
dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan
mengantuk
Authorized www.ruslanpinrang.blogspot.com 15
f) Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan
berkemih sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan kebutuhan
akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih
selama malam hari.
g) Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang
jernih”
Rasional : Menurunkan stimulasi
sensori dengan menghambat suara-suara lain dari
lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur
nyeyak.
2) Kolaborasi
a) Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti
amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan
trasolon (Desyrel).
Rasional : Mungkin efektif dalam menangani
pseudodimensia atau depresi, meningkatkan
kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat
mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam efek
samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang
membatasi manfaat yang maksimal.
b) Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam (Halcion).
Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis
rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia
atau sindrom sundowner.
c) Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry1).
Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini
sekarang dikontraindikasikan karena obat ini
mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah
dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini.
4). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk
melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak
lainya baik.

INTERVENSI
 Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan,
dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
 Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu
proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai
kekuatan pasien pulih kembali.
 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons
pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons
abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan


DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3.
EGC, Jakarta.
Diambil dari http:// andisetiadi.blogspot.com/2008/03/hernia asuhan
keperawatan
Diambil dari http:// khaidirmuhaj. Blogspot.com/2008/12/askephernia
Diambil dari http :// perawat psikiatri. Blogspot.
Com/2009/03/asuhan – keparawatan-pada-klien-denganhepatitis.
html


Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIN DENGAN ACQUARED IMMUNODEFISIENCY SYNDROM (AIDS)


PUTU NILA SAVITRI
04.07.1861
D/KP/VI

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Disebabkan oleh Human immunodeficiency virus (HIV), ditandai dgn berbagai gejala klinik, termasuk immunodefisiensi berat disertai infeksi oportunistik dan keganasan dan degerasi susunan saraf pusat.

Virus HIV menginfeksi berbagai jenis sel system imun termasuk sel-T, macrofag dan seldendritik.

B. Etiologi

  1. Human immunodefisiensi virus (HIV).
  2. Virus RNA.
  3. RNA REVERSE TRANS- DNA

CRYPTOSE ENZYME

C. Diagnosis AIDS → bila seseorang mengalami infeksi oportunistik, dimana menunjukkan adanya immunodefisiency (Sel-T 200/mm3) dan menunjukkan adanya antibody yang positif terhadap HIV.

Sering berhubungan dgn :

  • Dementia yang progresif
  • Wasting syndrome
  • Kanker

D. Gejala

Gejala Mayor : ~ BB menurun atau gagal tubuh, ~ Diare > 1 bulan

(kronis/berulang).

~ Demam > 1bulan (kronis/berulang), ~ Infeksi sal.nafas

bawah yang parah atau menetap.

Gejala Minor : ~ Lymfadenopati generalisata atau hepatosplenomegali.

~ Kandidiasis oral.

~ Infeksi THT yang berulang.

~ Batuk kronis, ~ Dermatitis generalisata, ~ Encefalit

E. Insiden :

  • Kecenderungan berkembang pada masa datang
  • Terjadinya mutasi sel yang dipengaruhi oleh virus
  • Mulai berkembang pada tahun 1981
  • Dilaporkan → AS 1994 terdpt 270.870 kematian dewasa, remaja dan anak-anak.
  • Angka kematian meningkat sangat tinggi
  • 90 % mengalami kondisi penyakit semakin berat dan meninggal dlm 4 th setelah didiagnosa AIDS
  • insiden infeksi meningkat tajam pd wanita

F. Faktor resiko :

  • Pria dgn homoseksual
  • Pria dgn biseksual
  • Pengguna IV drug
  • Transfuse darah
  • Pasangan heteroseksual dgn pasien infeksi HIV
  • Anak yang lahir dgn ibu yang terinfeksi

→ Diketahui bahwa virus dibawa dlm limfosit yang terdapat pd sperma memasuki tubuh melalui mucosa yang rusak, melalui ASI, kerusakan permukaan kulit.

→ Ditularkan dari orang ke orang mll pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen, cairan vagina dan air susu ibu.

G. Pathofisiologi:

→ Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas dari sel yang terinfeksi dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi.

Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi.

Limfosit T, monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi.

Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid ® fungsi sel dendritik menangkap antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel.




Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah virus dalam darah ® infeksi akut.

Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer.

Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi yang nampak dari menurunnya kadar viremia.

Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus ® fase laten.

Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh)

Selama masa kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi HIV dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS.

  • Viremis meningkat drastis karena karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat ® pasien menderita infeksi oportunistik, cacheksia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat.
  • Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka thdp berbagai jenis infeksi dan menunjukkan respon immune yang inefektif thdp virud onkogenik.

→ Masa inkubasi diperkirakan bervariasi → 2 – 5 tahun

H. Manifestasi Klinis :

  • Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ.
  • Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala: sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental).
  • Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari
  • Tbc
  • Nafsu makan menurun, mual, muntah

- Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%

  • Kandidiasis oral – infeksi jamur
  • Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dpt ke esophagus dan lambung.
  • Wasthing syndrome → penurunan BB/ kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
  • Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi → mungkin adanya stimulasi HIV thdp sel-2 kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dng defesiensi kekebalan → mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna.
  • Sarcoma kaposis → kelainan maligna berhubungan dgn HIV (paling sering ditemukan) → penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah dan linfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pd kulit sebagian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dpt menyebabkan statis aliran vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak intergritas kulit dan meningkatkan ketidak nyamanan serta kerentanan thdp infeksi.
  • Diperkirakan 80 % klien AIDS mengalami kalianan neurologis → gangguan pd saraf pusat, perifer dan otonom. Respon umum pd sistem saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.
  • Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.
  • Dermatitis seboroik→ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit kepala dan wajah.
  • Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang menunjukkan HIV pd wanita.
  1. Pemeriksaan diagnostic :
  • Serologis : skrining HIV dengan ELISA, Tes western blot, limfosit T
  • Pemriksaan darah rutin
  • Pemeriksaan neurologist
  • Tes fungsi paru, broskoscopi

J. Penatalaksanaan:

  • Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tdk kontak dgn cairan tubuh yang tercemar HIV.
  • Pengobatan pd infeksi umum
  • Penatalaksanaan diare
  • Penatalaksanaan nutrisi yang adekuat
  • Penanganan keganasan
  • Terapi antiretrovirus
  • Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obat tradisional, terapi tenaga fisik dan akupungtur, yoga, terapi massage, terapi sentuhan.

KONSEP KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

  1. Aktifitas /istirahat :
  • Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
  • Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
  1. Sirkulasi
  • Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
  • takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun, pengisian kapiler memanjang
  1. Integritas ego
  • Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
  • Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
  • Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
  • Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang
  1. Eliminasi.
  • Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
  • Faeces encer disertai mucus atau darah
  • Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
  1. Makanan/cairan :
  • Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
  • Penurunan BB yang cepat
  • Bising usus yang hiperaktif
  • Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut
  • Adanya gigi yang tanggal. Edema
  1. Hygiene
  • Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
  1. Neurosensorik
  • Pusing,sakit kepala.
  • Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
  • Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
  • Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
  • Gayaberjalan ataksia.
  1. Nyeri/kenyamanan
  • Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
  • Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
  • Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
  1. Pernapasan
  • Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,

sesak pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

  1. Keamanan
  • Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
  • Demam berulang
  1. Seksualitas
  • Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
  1. Interaksi social
  • Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir
  2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
  4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.

INTERVENSI

Dx 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir

Tujuan :

Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)

Tindakan :

  1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin

R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan

  1. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup

R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen

  1. Informasikan perlunya tindakan isolasi

R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen

  1. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.

R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.

  1. Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
  2. Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna
  3. bersihkan kuku setiap hari

R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka

  1. Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi

R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi

  1. Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.

Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.

Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat

Tindakan :

  1. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.

R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.

  1. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.

R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.

  1. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
    1. Timbang BB setiap hari

R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.

5. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.

Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.

  1. Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang

Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pd dinding usus akan kurang.

Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.

Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.

Tindakan:

  1. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.

Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia

  1. auskultasi bising usus

Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.

  1. timbang BB setiap hari

BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat

  1. hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
  2. berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.

  1. rencanakan makan bersama keluarga/org terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
  2. sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
  3. dorong klien untuk duduk saat makan.

Dx. 4. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.

Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif

Tindakan:

  1. auskultasi bunyi nafas tambahan

bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.

  1. catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
  2. berikan posisi semi fowler
  3. lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas

EVALUASI

  1. Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
  2. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
  3. Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
  4. Klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif

DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC. 2002

http://andaners.wordpress.com/asuhan-keperawatan/


Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Asuhan Keperawatan...

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:

Bakti Endharto Yora
04.07.1702


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA
• Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

• Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1.
Minor

• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

1.
Sedang

• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.

1.
Berat

• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

• Etiologi
• Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
• Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
• Cedera akibat kekerasan.

• Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

• Manifestasi Klinis
• Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
• Kebungungan
• Iritabel
• Pucat
• Mual dan muntah
• Pusing kepala
• Terdapat hematoma
• Kecemasan
• Sukar untuk dibangunkan
• Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

• Komplikasi
• Hemorrhagie
• Infeksi
• Edema
• Herniasi

• Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
• Rotgen Foto
• CT Scan
• MRI

• Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

1.
Observasi 24 jam
2.
Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3.
Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4.
Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5.
Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6.
Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7.
Pemberian obat-obat analgetik.
8.
Pembedahan bila ada indikasi.


• Rencana Pemulangan

1.
Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2.
Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3.
Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.
4.
Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5.
Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6.
Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7.
Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8.
Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
• Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
• Pemeriksaan fisik
• Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
• Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
• Sistem saraf :
• Kesadaran à GCS.
• Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
• Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
• Sistem pencernaan
• Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
• Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
• Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
• Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
• Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
• Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1.
Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7.
Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8.
Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.


• Intervensi Keperawatan
• Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.

• Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
• peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
• Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

• Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
• Perawatan kateter bila terpasang.
• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
• Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

• Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
• Kaji intake dan out put.
• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
• Berikan cairan intra vena sesuai program.

• Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
• Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
• Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
• Berikan analgetik sesuai program.

• Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
• Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
• Kurangi rangsangan.
• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
• Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji adanya drainage pada area luka.
• Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
• Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
• Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

• Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
• Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
• Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
• Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
• Gunakan komunikasi terapeutik.

• Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
• Lakukan latihan pergerakan (ROM).
• Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
• Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
• Kaji area kulit: adanya lecet.
• Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.


KESIMPULAN

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.


DAFTAR PUSTAKA

• Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
• Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
• Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
• Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:

Bakti Endharto Yora
04.07.1702

PPOK, Penyakit yang Perlu
Diwaspadai Perokok

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) perlu diwaspadai mereka yang memiliki kebiasaan merokok. Soalnya, selama ini PPOK belum banyak diketahui masyarakat, padahal hampir 80 persen perokok dipastikan bakal mengalami PPOK.

Penderita PPOK umumnya mengalami batuk dan sesak napas serta terjadi secara berulang-ulang, yang memberikan gejala klinis kronis (menahun) dan perlahan-lahan semakin lama semakin bertambah berat.

"Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi. Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk mendeteksi PPOK," kata guru besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof Dr dr Suradi P(K) MARS kepada wartawan, Selasa (6/3).

Suradi mengungkapkan, ada dua bentuk utama PPOK, yaitu bronkitis kronis dan emfisema paru. Yang disebut bronkitis kronis adalah keradangan saluran napas kronis yang ditandai dengan gejala batuk berdahak minimal tiga bulan dalam setahun dan sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut.

Sementara emfisema paru merupakan pelebaran alveoli (gelembung udara paru) yang disertai dengan kerusakan dinding (septum interalveoler). Sehingga, beberapa gelembung paru menyatu (over inflasi), yang akan mengakibatkan keluhan sesak napas menetap dan mempunyai kecenderungan semakin lama semakin berat.

"Gangguan pernapasan kronik PPOK ini secara progresif memperburuk fungsi paru dan membuat aliran udara jadi terbatas, khususnya saat mengeluarkan napas. Serta bisa terjadi komplikasi gangguan pernapasan dan jantung," katanya lagi.

Bahkan, yang lebih parah lagi, jika penyakit bertambah buruk, dapat menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan bisa menyebabkan kehilangan kualitas hidup.

Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK di Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada dekade mandatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat," ujarnya.

Menurut Dr Suradi pula, pengobatan terhadap penyakit ini tidak akan bisa menyembuhkan 100 persen. Sedangkan pengobatan berupa suportif paliatif hanya untuk memperbaiki hidup. Sementara untuk harga obat, bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari obat TBC. Selain itu, obat-obatan tersebut juga harus dikonsumsi seumur hidup. (Endang Kusumastuti)

Sumber:suarakarya.com
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Sekilas Info

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:

Bakti Endharto Yora
04.07.1702


Deteksi Kondisi Jantung dengan Holter Monitor

Saat kita sedang beraktivitas, terkadang sering terjadi keluhan dada berdebar agak kencang hingga sampai nyeri. Bahkan bisa juga sampai sempoyongan. Kondisi ini mungkin saja terjadi di kantor, waktu makan, olahraga, saat presentasi, rapat, ketika emosi dan sedang tidur.

Dan ketika datang ke dokter justru keluhannya tidak timbul sama sekali. Saat dilakukan pemeriksaan fisik atau EKG dan treadmill, malah tidak terlihat adanya kelainan. Tak jarang dokterpun kesulitan menentukan diagnosis atau menyatakan sehat si pasien.

Namun pasien yakin jika dirinya ada masalah dengan kesehatan, karena keluhan berdebar, sempoyongan, sesak nafas atau nyeri dada tetap dialami. Biasanya, pasien akan pergi dari dokter satu ke dokter yang lain untuk mendapatkan kepastian.

Berdasarkan survei, terdapat sekitar 30% pasien mengalami keluhan seperti ini. Sebagian besar dari mereka mengalami depresi, dari ringan sampai berat. Sebab kondisi kesehatannya yang tidak kunjung sembuh.

Merekam 24 jam

Holter monitor merupakan alat yang dapat merekam keadaan jantung selama 24 sampai 72 jam. Alat yang ukurannya sebesar handphone ini dapat disimpan disaku baju, saku celana atau diikatkan dipinggang dan kabelnya ditempelkan didada.

Holter monitor merupakan EKG kecil yang dapat dibawa kemana-mana oleh pasien selama 24 jam. Dengan menggunakan alat ini, kita dapat mengetahui apakah ada kelainan denyut jantung, apakah terdapat gangguan aliran darah ke otot jantung (iskemi miokard) atau aritmia yang dapat mengancam nyawa (transient VT/SVT), apakah keluhan berdebar hingga nyeri dada ada hubungannya dengan jantung. Hal-hal tersebut dapat diketahui.

Alat ini juga bisa dipakai untuk menilai apakah obat yang telah diberikan dokter untuk gangguan irama jantung, atau iskemi atau penyempitan pembuluh darah jantung, sudah bekerja secara optimal atau belum.

Dengan alat ini tentu akan sangat membantu dokter untuk menegakkan diagnosis pada kasus-kasus tertentu, sehingga keluhan pasien dapat teratasi. Namun tidak semua pasien perlu menggunakan alat ini. Dalam hal ini, tentu dokter akan menentukan apakah seseorang perlu memakai alat ini atau tidak.

Holter monitor, sering juga disebut EKG monitor 24 jam. Alat ini dapat menilai kebutuhan pasien dalam aktivitas kesehatan, baik saat tidur, olahraga, makan, menangis, tertawa bahkan hubungan seks sekalipun. Begitu hebatnya alat ini, ada yang menyebutnya si kecil yang genius. (ingin tahu lebih jauh : Klik disini)

Sumber :
Dr. H.M. Edial Sanif, Sp.JP., FIHA. Mitra Dialog. Desember, 2008.
www.jantungku.com
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
Nama : IRIN
Kelas : D /KP/ VI
Nim : 04.07.1716


GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.






C. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit




F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

H. PATHWAY

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


J. INTERVENSI

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat














DAFTAR PUSTAKA

- Carpenito, Lynda J
uall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

- Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

- Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

- Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

- Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

- Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
Ni Made Dwi Jayanti
04.07.1727
D/KP/VI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN CA CAECUM


KONSEP MEDIS

Pengertian
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang sekum terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
Kebiasaan diet rendah serat.
Polyposis familial
Ulcerasi colitis
Deversi colitis

Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada sekum dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma sekum menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

Diagnosis Banding
1.Kolitis ulserosa
2.Penyakit Chron
3.Kolitis karena amuba atau shigella
4.Kolitis iskemik pada lansia
5.Divertikel kolon

Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
Anamnesis yang teliti, meliputi:
Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)
Perdarahan per anum
Penurunan berat badan
Faktor predisposisi:
Riwayat kanker dalam keluarga
Riwayat polip usus
Riwayat kolitis ulserosa
Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
Uretero-sigmoidostomi
Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
Status gizi
Anemia
Benjolan/massa di abdomen
Nyeri tekan
Pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran hati/limpa
Colok rektum(rectal toucher)
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologis
Endoskopi dan biopsi
Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.

Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
6.Pilihan utama adalah pembedahan
7.Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c.masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
8.Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1.Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2.Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3.Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.


FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1.Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Kelemahan, kelelahan/keletihan
Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.

2.Sirkulasi:
Gejala:
-Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

3.Integritas ego:
Gejala:
Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
Menyangkal, menarik diri, marah.

4.Eliminasi:
Gejala:
Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
Perubahan bising usus, distensi abdomen
Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah

5.Makanan/cairan:
Gejala:
Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
Anoreksia, mual, muntah
Intoleransi makanan
Tanda:
Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot

6.Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit

7.Keamanan:
Gejala:
Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia

8.Interaksi sosial
Gejala:
Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

9.Penyuluhan/pembelajaran:
Riwayat kanker dalam keluarga
Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari


Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
Tujuan/Interpretasi Hasil

1.Pemeriksaan laboratorium:
Tinja

CEA (Carcino-embryonic anti-gen)

2.Pemeriksaan radiologis

3.Endoskopi dan biopsi

4.Ultrasonografi
Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.
Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.
Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai sekum. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.
Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.
Prioritas Keperawatan
10.Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
11.Meningkatkan kenyamanan
12.Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
13.Mencegah komplikasi
14.Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
Peningkatan bunyi usus/peristaltik
Peningkatan defekasi cair
Perubahan warna feses
Nyeri/kram abdomen
2.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
Peningkatan bunyi usus
Konjungtiva dan membran mukosa pucat
Mual, muntah, diare
3.Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
Eksaserbasi penyakit tahap akut
Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
Iritabel
Fokus perhatian menyempit
4.Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
Menyatakan diri tidak berharga
Depresi dan ketergantungan
5.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
Tidak akurat mengikuti instruksi
Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

INTERVENSI KEPERAWATAN

- Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).
2.Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.
3.Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.
4.Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.
5.Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
6.Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).
Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.
Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.
Membantu klien menghindari agen pencetus diare.
Menilai perkembangan maslah.
Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.
Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.

- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi
2.Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
3.Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)
4.Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)
5.Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.
Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.
Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.
Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.
Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.

- Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
2.Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3.Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
4.Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
5.Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6.Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.
Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.
Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.
Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.
Menilai perkembangan masalah klien.

- Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.
2.Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)
3.Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.
4.Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)
Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai
Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.
Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.

- Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2.Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.
3.Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi
4.Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.
Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.
Label : Phone Cell Wallpapers Game Phone Free Games Free car body design