ASKEP TETANUS

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
SURIYANI
04.08.2077
D/KP/VI


ASKEP TETANUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TETANUS

TINJAUAN TEORI

TETANUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TETANUS

A. KONSEP DASAR
I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

II. Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

III. patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas.
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

IV. Faktor predisposisi
a. Umur tua atau anak-anak
b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi

V. Tanda dan gejala
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

VII. Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

VIII. Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.

IX. Pemeriksaan diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

x. Penatalaksanaan

a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan
1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Gambaran Patofisiologi

Individu terkena
Ekssotoksin
(masa inkubasi 2-21 hari)






Neurotoksi

Absorbsi melalui ujung saraf sensorik dan motrik


Masuk pembulu arah dan sumbu limbik ke
Susunan Saraf Pusat (SSP) pada intraaaaksonal samapai ganglia/
Simpul saraf


Hilangnya ketidakseimbangan tonus otot


Kekakuan otot


Lokal

Generalisata


-trismus
- opistotonus
-risus sardonikud
- kekakuan otot dinding perut
- ekstremitas (ekstremitas atas fleksi dan ekstremitas bawah ekstensi)


supuratif :
- Tindakan A,B dan C
- Atur posisi semi prone
- Hentikan kejang
- cari penyebab
- atasi penyulit
- debridemment
- Netralisis tetani
- Nutiris dan cairan
-
Sistem pencernaan


Gangguan metabolik dan proses pencernaan


- Proses eliminasi BAB terganggu
- Gangguan pemenuhan nutrisi


Sistem pernafasan

kekakuan otot pernafasan


Status konvulsi
(kejang yang berlangsung lama lebih dari 10 menit)

hipoksia

gagal nafas


diperlukan alat bantu nafas
(Ventilator Mekanik/Respirator)

Masalah keperawatan :
- ketidak efektifan jalan nafas, gangguan pertukaran gas dan gangguan pola nafas
- Hipertermia, gangguan komunikasi verbal, risiko ketidakseimbangan cairan dan elktrolit
- Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan,
Susunan Saraf Pusat

Tekanan intra kranial meningkat


Kerusakan satu atau beberapa saraf pusat.



keluampuhan

B. ASUHAN KEPERWATAN

II. Pengkajian

!. Pengkajian Umum
a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak ada/oliguria)
f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan (hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.
2. Setelah dianalisa dari data yang ada maka timbul beberapa masalah keperawtan atau amasalah kolaboratif.
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.
c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia)
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah
e. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
f. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang
g. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria
h. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.
j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang
III. Rencana Keperawatan

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu, batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab, Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
Intervensi dan Rasional
1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
R/ Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali
R/ Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction
R/ Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi.
4. Oksigenasi
R/ Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
R/ Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Observasi timbulnya gagal nafas.
R/ Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik)
R/ Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.
Tujuan : Pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit
- Tidak sianosis.
Intervensi dan raasional.
1. Monitor irama pernafasan dan respirati rate
R/ Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2. Atur posisi luruskan jalan nafas.
R/ Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3. Observasi tanda dan gejala sianosis
R/ Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh perifer .
4. Oksigenasi
R/ Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
R/ Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Observasi timbulnya gagal nafas.
R/ Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.
R/ Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan dapat

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin (bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000 /mm3
Tujuan Suhu tubuh normal
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
1. Atur suhu lingkungan yang nyaman
R/ Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
R/ Identifikasi perkembangan gejala-gejala ke arah syok exhaution.
3. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat
R/ Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam.
4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.
R/ Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.
R/ Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.
R/ Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.
R/ Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
Intervensi dan rasional
1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh
R/ Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.
2. Kolaboratif :
a. Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.
R/ Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat membuka mulut dan proses mengunyah.
b. Pemberian carian per IV line
R/ Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Pemasangan NGT bila perlu
R/ NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk memberikan obat.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KEJANG GENERALISATA DAN GAGAL NAFAS
DISERTAI SEPSIS DAN MULTIPLE DISFUNGSI ORGAN SYNDROM (MDOS)



I. PENGKAJIAN

A. Identitas
Nama : Tn. M
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta (petani)
Pendidikan :SD
Alamat : Lamongan
MRS : 3 Juli 2001
Tanggal pengkajian : 3 Juli 2001 jam 08.00 WIB

B. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Kejang
b. Riwayat penyakit sekarang
Tanggal 26 Juni 2001 klien terkena tusuk sate pada ibu jari kanan dan dilakukan perawatan secara mandiri dengan memberikan obat merah.
Tanggal 29 Juni 2001 klien merasa panas dan meriang diserta kemeng-kemeng pada bekas lukan tusuk tersebut, sehingga dibawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan luka secara kross kemudian di rujuk ke rumah sakit muhammadiyah lamongan selama dua hari.
Tanggal 1 Juli 2001 tampak penyakitnya tambah berat makan klien dirujuk ke RSDS melalui IRD dan dibawa ke ruang bedah G yang secara intensif perlu perawatan di ICU GBPT yang diobservasi dengan pemasangan mekanikal ventilator dan monitor tanda-tanda vital.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Tahun 1996 klien pernah menderita penyakit kencing batu hasil diperiksaan dari dokter ssswasta dan mendapat pengobatan secara serrial sehingga penyaktinya tertanggulangi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
- persepsi keluarga terhadap kondisi penyakit yang diderita klien diperlukan suatu perawatan yang baik dan intensif agar supaya sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarganya.
- Keluarga menyetujui setiap tindakan yang berhbungan dengan perawatan, pemeriksaan dan penanganan yang intensif setelah mendapat penjelasan dari ddokter atau perawat baik secara lisan maupun tulisan.
- Keluarga amengatakan bahwa masalah biaya perawatan dapat ddiperhitungkan dibelakang hari, tetapi yang terpenting keadaan atau kondisi penyakit klien teratasi dan sembuh.
- Selama di ICU GBPT keluarga klien (anak I) pernah menjenguk atau melihat kondisi klien, dengan kesan bahwa belum menampakan adanya kesadaran dankemajuan yang diharapkan.


C. Observasi dan pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, retraksi (+), RR 15 x/mn,pernafasan vesikuler, suara tambahan didapatkan ronchi +/+, wheasing -/-, sianosis (-), ekspansi dada inpirasi dan ekspirasi simetris, suara nafas ngogrok, peeernaaafasan cuping hidung (-), sekret/lendir (+)
Terpasang respirator atau mekanikal veentilator :
- BIPAP (Bifasik Positif Airway Pressure)
- FiO2 (prosesntase oksigen yang diberikan ) 40 %
- Frekuensi set 15 kali/menit,
- EEP = 5
- Sp O2 97 %
- Time inspirasi 1,5 detik dengan ratio inspirasi : ekspirasi 1 : 2
- VE (volume ekspirasi 12,6

b. Sistem Kardiovaskuler
- Tekanan darah 135/95 mmHg, nadi 120 kali/menit, ikterus (-), anemis (-)
- CVP 15 mmH2O jam 10.00 WIB
- Suara jantung normal gallop (-), murmur (-), S1 S2 normal
- Terpasang infus RL 500 cc/24 jam pada vena subclavia yang digabung dengan pemasangan CVP dan Diazepan Syrings Pumps
- Terpasang monitor dengan 3 elektroda pada dada kiri dua buah dan kanan satu buah, manset tensi terrpadang pada lengan kanan.

c. Sistem Persyarapan (Neeurologi)
- GCS 1 X 1 (pemberian diazepam syrings pumps )
- Kejang jam 08.00 WIB tonik dan diikuti kejang general setelah jam 08.00 WIB kejang terkendali denga pemberian diazepam syrings pumps
- Status konvulsi (-), kejang loka dan umum masih didapatkan walaupun samar, trismus minimal
- Refleks fisiologis ektremitas atas o/o dan ekstremitas bawab o/o
- Refleks patologis -/-
- Refleks mara (-), miosis, tampak basah dan terpejam
- Persepsi sensori :
 Pendengaran D/s (+)
 Pengecapan trismus, lidah kaku
 Penglihatan refleks (-)
 Perabaan peka rangsangan (eksternal rangsangan)
- Opistotonus kaku kuduk (+)

d. Sistem Perkemihan
- Terpasang ddower cateter dengan produksi kencing tiap jam (jam 08.00=25 cc, 09.00=10 cc, 10.00=50 cc, 11.00=30 cc, 12.00=35, 13.00=40 cc), warna kuning pekat, bau (-+)
- Infeksi saluran kencing (-), odema (-), scrotum (+), pubis (+)

e. Sistem Pencernaan
- Trismus (+/-), mulut kotor
- Kumis dan jenggot (+)
- Abdomen flat, supel, kadang-kadang didapatkankekakuan perut
- Rectum terpasang elektroda suhu rectal
- Belum bisa BAB sejang 7 hari yang lalu (sejak sakit kejang)
- Nutrisi, klien mendapatkan isocal 6 x 250 cc selama 24 jam ditambah ekstra juice buah 250 cc


f. Sistem muskoloskletal dan integumen
- Tonus otot elastis dan kadang-kadang kaku/kejang
- Kekuatan otot o/o kaarena pengaruh dari pemeberian diazepam syring pump 2,1 ml/jam
- Odema ektremitas atas +/+, ekstremitas baawah -/+
- Kepala tampak adanya penebalan kulit atau iskemia
- Kulit warna kulit sawomatang, sianosis (-), icterus (-), kemerahan (+), akral hangat, turgor kulit baik (elastis)

D. Psikososial
- Klien terpisah dengan keluarga dan aktivitas sehari-hari untuk meluangkan waktunya untuk santaii dan kerja di sawah (-) depersonalisasi aktivitas diwaktu senggang.
- Harapan keluarga agar penyakitnya cepat tertangani dan sembuh
- Hubungan keluarga dengan klien sebelum sakit baik begitu juga dengan keluaagr aseekitar

E. Spiritual
- Keyakinan keluagra bahwa semua itu ada yang mengatur kita hanya bisa berusaha dan yang menentukan keadaan sesuatu adalah yang ddi atas sana (Tuhan)
- Agama islam dan keyakinan bahwa kita perlu berdoa untuk memohonkan dan minta pad atuhan agaar diberi ketabahan dan ketengan baik yang sedang sakit 9klien) maupun keluagr yang sedang menunggu.
- Ketabahan dan ketaan keluarga pada agama baik.

F. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 3 Juli 2001
1. Pemeriksaan darah
Hb : 14,8 gr% (13,4-17,7 gr %)
Leukosit : 12x109 (4,3-6,3 x109)
Trombosit : 222x109 (150-350x109)
PCV : 0,49
Analisa Gas Darah :
- pH : 7,236
- PCO2 : 66,3 mmHg
- PO2 : 33,2 mmHg
- HCO3- : 37,5 mmol/L
- BE : 0.0
- O2 St : 52,9 %
Gula darah acak : 139
Kalium elektrolit : 3,7
Natirum : 134

2. Pemeriksaan rongent paru
Ditemujkan gambaran seperti kupu-kupu (butterfly) yang menampakkan adanya penyakit penyerta pneumonia.
3. Pemeriksaan kutur
Hasil pemeriksaan kultur darah diapatkan gram coccus grma positif dan batang gram negatif.

Tanggal 4 Juli 2001
Leukosit : 14,1
Eritrosit : 4,25
Hb : 13,8 gr%
PCV : 41,8
MCH : 32,5
MCHC : 33,0
Trombosit (Plt) : 120
Diff Count : Eos/Bas/St/Seg/Sym/Mo = 2/-/-/90/8/-
LED : 5 (<1,5)
BUN : 53 (9-18 mg/dl)
Creatini : 2,8 (< 1,52)

G. Anaalisa data

DATA ETIOLOGI MASALAH

Subyektif :
Obyketif :
Bentuk dada simetris, retraksi (+), RR 15 x/mn,pernafasan vesikuler, suara tambahan didapatkan ronchi +/+, wheasing -/-, sianosis (-), ekspansi dada inpirasi dan ekspirasi simetris, suara nafas ngogrok, peeernaaafasan cuping hidung (-), sekret/lendir (+)
Terpasang respirator atau mekanikal veentilator :
- BIPAP (Bifasik Positif Airway Pressure)
- Nasoendotracheal cube hari I
- FiO2 (prosesntase oksigen yang diberikan ) 40 %
- Frekuensi set 15 kali/menit,
- EEP = 5
- Sp O2 97 %
- Time inspirasi 1,5 detik dengan ratio inspirasi : ekspirasi 1 : 2
- VE (volume ekspirasi 12,6
Pemeriksaan darah
Hb : 14,8 gr%
Leukosit : 12x109
Analisa Gas Darah :
- pH : 7,236
- PCO2 : 66,3 mmHg
- PO2 : 33,2 mmHg
- HCO3- : 37,5 mmol/L
- BE : 0.0
- O2 St : 52,9 %
Gula darah acak : 139
Kalium elektrolit : 3,7
Natirum : 134

Pemeriksaan rongent paru
Ditemukan gambaran seperti kupu-kupu (butterfly) yang menampakkan adanya penyakit penyerta pneumonia.

Subyektif :
Obyektif :
- Tekanan darah 135/95 mmHg, nadi 120 kali/menit, ikterus (-), anemis (-), suhu 40oC (trect)
- CVP 15 mmH2O jam 10.00 WIB
- Suara jantung normal gallop (-), murmur (-), S1 S2 normal
- Terpasang infus RL 500 cc/24 jam pada vena subclavia yang digabung dengan pemasangan CVP dan Diazepan Syrings Pumps
- Terpasang monitor dengan 3 elektroda pada dada kiri dua buah dan kanan satu buah, manset tensi terrpadang pada lengan kanan.
Gula darah acak : 139
Kalium elektrolit : 3,7
Natirum : 134

Subyektif :
Obyektif :
- GCS 1 X 1 (pemberian diazepam syrings pumps )
- Kejang jam 08.00 WIB tonik dan diikuti kejang general setelah jam 08.00 WIB kejang terkendali denga pemberian diazepam syrings pumps
- Status konvulsi (-), kejang loka dan umum masih didapatkan walaupun samar, trismus minimal
- Refleks fisiologis ektremitas atas o/o dan ekstremitas bawab o/o
- Refleks patologis -/-
- Refleks mara (-), miosis, tampak basah dan terpejam
- Persepsi sensori :
 Pendengaran D/s (+)
 Pengecapan trismus, lidah kaku
 Penglihatan refleks (-)
 Perabaan peka rangsangan (eksternal rangsangan)
- Opistotonus kaku kuduk (+)
- Klien bedrest dan belum sadar



Subyektif :
Obyektif :
- Terpasang ddower cateter dengan produksi kencing tiap jam (jam 08.00=25 cc, 09.00=10 cc, 10.00=50 cc, 11.00=30 cc, 12.00=35, 13.00=40 cc), warna kuning pekat, bau (-+)
- Infeksi saluran kencing (-), odema (-), scrotum (+), pubis (+)

Subyektif :
Obyektif :
- Trismus (+/-), mulut kotor
- Kumis dan jenggot (+)
- Abdomen flat, supel, kadang-kadang didapatkankekakuan perut
- Rectum terpasang elektroda suhu rectal
- Belum bisa BAB sejak 7 hari yang lalu (sejak sakit kejang)
- Nutrisi, klien mendapatkan isocal 6 x 250 cc selama 24 jam ditambah ekstra juice buah 250 cc

Subyektif :
Obyektif :
- Tonus otot elastis dan kadang-kadang kaku/kejang
- Kekuatan otot o/o kaarena pengaruh dari pemeberian diazepam syring pump 2,1 ml/jam
- Odema ektremitas atas +/+, ekstremitas baawah -/+
- Kepala tampak adanya penebalan kulit atau iskemia
- Kulit warna kulit sawomatang, sianosis (-), icterus (-), kemerahan (+), akral hangat, turgor kulit baik (elastis)
- Rambut hitam kurang terawat, jenggot dan kumis tebal, personal higiene kurang

Subyektif :
- Klien terpisah dengan keluarga dan aktivitas sehari-hari untuk meluangkan waktunya untuk santaii dan kerja di sawah (-) depersonalisasi aktivitas diwaktu senggang.
- Harapan keluarga agar penyakitnya cepat tertangani dan sembuh
- Hubungan keluarga dengan klien sebelum sakit baik begitu juga dengan keluaagr aseekitar

Subyektif :
- Keyakinan keluagra bahwa semua itu ada yang mengatur kita hanya bisa berusaha dan yang menentukan keadaan sesuatu adalah yang di atas sana (Tuhan)
- Agama islam dan keyakinan bahwa kita perlu berdoa untuk memohonkan dan minta pad atuhan agaar diberi ketabahan dan ketengan baik yang sedang sakit (klien) maupun keluagr yang sedang menunggu.
- Ketabahan dan ketaan keluarga pada agama baik.


Subyektif :
Obyektif :
Trakeotami (5-07-2001) Peningkatan produksi sekret




Inadequasi pemenuhan O2, peningkatan sekresi dan kemunginan obstruksi ETT


Pemasangan ventilator mekanin (ETT)





Proses penyaktinya, imobilasi dan pemasangan ventilator makanik















Hiperemia, kompensasi ginjal yang menurun

















Dampak sering kejang




Ekternal rangsangan






Penurunan fungsi (reflek mata (-))



Kesadaran menurun sebagai pengaruh dari terapeutik (diazepam efek)







Pemasangan kateter







Inadequatnya intake, stres metabolik




Imobilisasi







Imobilisasi dan kesaadaran menurun



Imobilisasi









Proses penyakitnya

Post trakeeostmi
Ketidakefektifan jalan nafas




Gangguan pola nafas





Risiko infeksi saluran nafas





Komplikasi penyakit penyerta (pneumonia)
(diagnosa kolaboratif)
















Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

















Risiko terjadinya injury




Risiko terjadinya kejang ulang





Gangguan sensoris penglihatan



Gangguan pola istirahat









Risiko terjadi infeksi saluran kencing






Pemenuhan nutrisi kurang ari kebutuhan tubuh



Gangguan pola eliminasi (BAB)






Kebutuhan personal higiene kurang



Risiko terjadinya ddissintegritas kulit








Depersonalisasi kegiatan diwaktu luang

Risiko terjadi perdarahan

H. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret pada saluran nafas
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan Inadequasi pemenuhan O2, peningkatan sekresi dan kemunginan obstruksi ETT
3. Risiko infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan ventilator mekanin (ETT)
4. Komplikasi penyakit penyerta (pneumonia) berhubungagn dengan proses penyaktinya, imobilasi dan pemasangan ventilator makanik
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hiperemia, kompensasi ginjal yang menurun
6. Risiko terjadinya injury berhubungan dengan Dampak sering kejang
7. Risiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan Ekternal rangsangan (manipulasi tindakan)
8. Gangguan sensoris penglihatan berhubungan dengan Penurunan fungsi (reflek mata (-))
9. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan Kesadaran menurun sebagai pengaruh dari terapeutik (diazepam efek)
10. Risiko terjadi infeksi saluran kencing berhubungan dengan pemasangan kateter
11. Pemenuhan nutrisi kurang ari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadequatnya intake, stres metabolik
12. Gangguan pola eliminasi (BAB) berhubungan dengan imobilisasi
13. Kebutuhan personal higiene kurang berhubungan dengan imobilisasi dan kesadaran menurun
14. Risiko terjadinya ddissintegritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
15. Depersonalisasi kegiatan diwaktu luang berhubungan dengan Proses penyakitnya
16. Risiko terjadi perdarahan beruhubungan dengan post trakeeostmi

I. Asuhan Keperawatan

DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN
DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI
Tanggal 3 Juli 2001 jam 08.30 WIB
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan pe-umpukan sekret pada saluran nafas



































Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hiperemia, kompensasi ginjal yang menurun











































Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadequatnya intake, stres metabolik



Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria :
- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada
- Pernafasan 16-18 kali/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada tambahan otot pernafasan
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)


























Tujuan Kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh seimbangl
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3, Serum elektrolit (Na =136-144 mg/dl, K= 3,8-5,5 mg/dl), suhu akral hangat





































Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %



1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi




2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (adakah ronchi) tiap 3 jam sekali dengan menggunakan stetoskop

3. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan melakukan suction setiap 3 jam yang diselingi dengan clapping dan fibrasi.
4. Pemberian bantuan Oksigenasi yang diper-tahankan dengan kelembaban 40 %

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 1 jam sekali dan mendokumentasikan pada lembar observasi.


6. Observasi timbulnya gagal nafas dan mengatur setting respirator atau melaporkan pada dokter jaga.

7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi(mukolitik) dan AB








1. Atur suhu lingkungan yang nyaman



2. Pantau suhu tubuh tiap 1 jam dan tanda vital serta tanda dan gejala terjadinya shock.
3. Observasi intake dan out put (IWL) hitung balance caaairan dan dokumentasikan.
3. Berikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat


4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka..
5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.

6. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.




7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.










Kaji intake dan out put



Observasi BB dan penurunan massa otot



Kolaborasi :
Pemberian cairan per-IV line (RL, Gelafudin, D5RL)





Pemberian diit TKTP cair melalui persounde




Pemeriksaan kadar albumin dan protein




1. Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
2. Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.

3. Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah proses respirasi.


4. Pemberian oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan capilary refill time yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical ventilation).
7. Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga mempermudah pengeluaran dan memcegah kekentalan. AB yang tepat dan berspektrum luas dapat membunuh kuman.


1. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
2. Identifikasi perkembangan gejala-gejala ke arah syok exhaution.

3. Balance cairan penting bagi tubuh dalam proses homeostasis dan vitalitas organ.

3. Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi badan dari dalam.
4. Perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka.
5. Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
6. Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum lluas untuk mengobati baktererria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7. Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.





Data yang akurat membantu dalam menemukan penyebab dan mengatasi masalah

BB dan massa otot yang terdeteksi mengindikasikan adanya faktor gizi terhadap perkeembangan tubuh

Cairan yang masuh per_IV line diindikasi bagi klien yang tidak dapt, tidak mau dan tidak mampu memasukkan cairan per-os terutama dengan tingakt kesadaran menurun dan pemasangan ventilator mekanik

Diit cair per-sunde diberikan pada klien yang tidak memasukkan makanan lewat mulut agar terpenuhi kebutuhan kalori, proteein dan vvitamin serta air.

Kadar albumin yang kurang dari batas nomral menununkkan adanya kebocoran plasma dan kurang nutrisi untuk metabolisme sel.


J. Implementasi


DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
Tanggal 3 Juli 2001 jam 08.30 WIB
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan pe-umpukan sekret pada saluran nafas








































Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hiperemia, kompensasi ginjal yang menurun




















Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadequatnya intake, stres metabolik


1. Membebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstens sehingga proses respirasi lancar

2. Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara nafas (ronchi) tiap 3 jam sekali dengan menggunakan stetoskop

3. Melakukan Bersihkan mulut, gigi dan saluran nafas dari sekret dan lendir dengan menggunakan betadin cair

4. Melakukan suction setiap 3 jam yang diselingi dengan clapping dan fibrasi dengan berbagai posisi mring kanan, miring kiri dan terlentang serta kepala agak ditutunkan dan sebaliknya.

5. Memberikan bantuan Oksigenasi yang dipertahankan dengan kelembaban 40 % dan mensetting respirator sesuai dengan anjuran dan observasi respon klien.

6. Mengobservasi tanda-tanda vital tiap 1 jam sekali dan mendokumentasikan pada lembar observasi.

7. Mengobservasi timbulnya gagal nafas dan mengatur setting respirator atau melaporkan pada dokter jaga.

8. Kolaborasi dalam pemberian obat:
Pengencer sekresi(mukolitik) Bisolvon 3x1 tab (10 mg)
Antibniotika :
PPC 3x1,5 Juta IU per-IM
Velocef 3x1 gr per-IV
Dartabcyn 2x80 mg Per-IV
Diazepam 2,1 ml/jam dengan menggunakan syring pump.




1. Mengatur suhu lingkungan yang nyaman dan cukup veentilasi
2. Memantau suhu tubuh tiap 1 jam dan tanda vital serta tanda dan gejala terjadinya shock.
3. Mengobservasi intake dan out put (IWL) hitung balance caaairan dan dokumentasikan.
3. Membantu memberikan hidrasi atau minum ysng cukup adequat (6x250 isocal dan 250 cc ekstra juice buah)
4. Melakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka untuk menetralisir toksin.
5. Melakukan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang pada ketiak dengan alasnya.
6. Melaksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.
Antibniotika :
PPC 3x1,5 Juta IU per-IM
Velocef 3x1 gr per-IV
Dartabcyn 2x80 mg Per-IV
Xylomidon 2 cc
7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.


1. Mengkaji intake dan out put
2. Mengobservasi BB dan penurunan massa otot serta turgor kulit
3. Kolaborasi :
- Melanjutkan pemberian cairan per-IV line (RL, Gelafudin, D5RL) sessuai dengan order dan kondisi klien (VS)
- Membantu mnemberikan diit TKTP cair melalui persounde
- Melakukan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan kadar albumin dan protein
Jam 11.00 WIB
S -
O
Bentuk dada simetris, retraksi (+), RR 17 x/mn,pernafasan vesikuler, suara tambahan didapatkan ronchi +-/+-, wheasing -/-, sianosis (-), ekspansi dada inpirasi dan ekspirasi simetris, suara nafas ngogrok berkurang , pernaaafasan cuping hidung (-), sekret/lendir (+), pernafasa dalam dan agak cepat7
Terpasang respirator atau mekanikal veentilator :
- BIPAP (Bifasik Positif Airway Pressure)
- Nasoendotracheal cube hari I
- FiO2 (prosesntase oksigen yang diberikan ) 40 %
- Frekuensi set 15 kali/menit,
- EEP = 5
- Sp O2 97 %
- Time inspirasi 1,5 detik dengan ratio inspirasi : ekspirasi 1 : 2
- VE (volume ekspirasi 12,6
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implentasi 1-8
























Jam 10.00 WIB
S -
O
- Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 100 kali/menit, ikterus (-), anemis (-), suhu 40oC (trect)
- Terpasang infus RL 500 cc/24 jam
- Out put cairan (urine tampung tiajp jam = jam 10.00 WIB 10 cc/jam
- Membran mukosa basah
- Akral hangat
- Odema ekkstremitas atas dan bawah
A.
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implementasi 1-7
Pemberian eksstra cairan gelafudin 500 CC selam 3 jam.











S
O
- Trismus (+/-), mulut kotor
- Abdomen flat, supel, kadang-kadang didapatkanmkekakuan perut
- Belum bisa BAB sejak 7 hari yang lalu (sejak sakit kejang), flatus , bising usus (-)
- Nutrisi, klien mendapatkan isocal 6 x 250 cc selama 24 jam ditambah ekstra juice buah 250 cc
- BB bertahan di 60 kg
- Hasil pemeriksaan albumin 21 mg/dl
A. Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implementasi


K. Catatan Perkembangan

DIAGNOSA KEPERWATAN CATATAN
PERKEEMBANGAN PELAKSANA
4 Juli 2001 jam 08 Tanggal.30 WIB
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan pe-umpukan sekret pada saluran nafas


















Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hiperemia, kompensasi ginjal yang menurun



























Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadequatnya intake, stres metabolik
Jam 08.00 WIB
S -
O
Bentuk dada simetris, retraksi (+), RR 20 x/mn,pernafasan vesikuler, suara tambahan didapatkan ronchi +-/+-, wheasing -/-, sianosis (-), ekspansi dada inpirasi dan ekspirasi simetris, suara nafas ngogrok berkurang , pernaaafasan cuping hidung (-), sekret/lendir (+), pernafasaN dalam dan agak cepat7
Terpasang respirator atau mekanikal veentilator :
- BIPAP (Bifasik Positif Airway Pressure)
- Nasoendotracheal cube hari I
- FiO2 (prosesntase oksigen yang diberikan ) 40 %
- Frekuensi set 15 kali/menit,
- EEP = 5
- Sp O2 97 %
- Time inspirasi 1,5 detik dengan ratio inspirasi : ekspirasi 1 : 2
- VE (volume ekspirasi 12,6
A
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implentasi 1-8


Jam 10.00 WIB
S -
O
- Tekanan darah 80/55 mmHg, nadi 85 kali/menit, ikterus (-), anemis (-), suhu 40oC (trect)
- Terpasang infus D5RL 500 cc/24 jam
- Membran mukosa basah
- Akral hangat
- Odema ekkstremitas atas dan bawah
A.
Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implementasi 1-7
Pemberian eksstra cairan gelafudin 500 CC selam 3 jam.
Mengatur posisi kepala lebih rendah dari badan
Diazepam diturunkan dosisnya menjadi 0,5 ml/jam
Ditambah pemberian dopamin 3 gamma dengan 2,1 ml/jam
E
Jam 11.00 WIB
- Tekanan darah 80/55 mmHg, nadi 85 kali/menit,)
- Terpasang infus D5RL 500 cc/24 jam
- Membran mukosa kering
- Akral hangat
- Odema ekkstremitas atas dan bawah
R
Mengatur posisi kepala lebih rendah dari badan
Diazepam diturunkan dosisnya menjadi 0,5 ml/jam
Ditambah pemberian dopamin 3 gamma dengan 2,1 ml/jam



S
O
- Trismus (+/-), mulut kotor
- Abdomen flat, supel, kadang-kadang didapatkanmkekakuan perut
- Belum bisa BAB sejak 8 hari yang lalu (sejak sakit kejang), flatus , bising usus (-)
- Nutrisi, klien mendapatkan isocal 6 x 250 cc selama 24 jam ditambah ekstra juice buah 250 cc
- BB bertahan di 60 kg
B. Masalah belum teratasi
P
Lanjutkan implementasi
Pemberian cairan netrofusin E 1000 , 1000 cc/24 jam dengan tetesan 10 tetes/menit


KEPUSTAKAAN

Soeparman; 1990; Ilmu Penyakit Dalam; Universitas Indonesia Press; Jakarta
Deanna etc.: 1991; Infectious Diseases; St. Louis Mosby Year Book.
Theodore R.; 1993; Ilmu Bedah; EGC; Jakarta
Marlyn Doengoes; 1993; Nursing Care Plan; Edisi III, Philadelpia

Penyakit Gagal Ginjal

Author: mbah jito OK la..yaw // Category:
Nama : PRIDTA AGUS YOGA P.
Nim : 04.07.1731
Kelas : D Kp VI


Penyakit Gagal Ginjal
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.

Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

A. Penyebab Gagal Ginjal

Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
• Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
• Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
• Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
• Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
• Menderita penyakit kanker (cancer)
• Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
• Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.

Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah ; Kehilangan carian banyak yang mendadak ( muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis.

Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik.

B. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal

Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.

Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain : Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein selalu positif.

C. Penentuan Diagnosa Gagal Ginjal

Seorang Dokter setelah menanyakan riwayat kesehatan penderita dan tanda serta gejala yang timbul, untuk menentukan adanya/terjadinya kegagalan fungsi ginjal maka Beliau akan melakukan pemeriksaan fisik yang difokuskan pada kemungkinan pembesaran organ ginjal atau pembengkakan sekitar ginjal. Apabila dicurigai terjadinya kerusakan fungsi ginjal, maka penderita akan dikonsultasikan kepada seorang ahli ginjal (Nephrologist).

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium baik darah ataupun urine guna melihat kadar elektrolit sodium dan potassium/kalium. Pada kasus-kasus tertentu tim medis mungkin melakukan pemasangan selang kateter kedalam kantong urine (bladder) untuk mengeluarkan urine. Bila diperlukan, Tim medis akan menyarankan pemeriksaan pengambilan gambar struktur ginjal dengan metode Ultrasound, Computed tomography (CT) scans atau dengan cara Magnetic Resonance Imaging (MRI) scans. Bahkan ada kemungkinan dilakukannya tindakan biopsy, yaitu pengambilan contoh (sample) jaringan ginjal.

D. Pengobatan dan Penanganan Gagal Ginjal

Penanganan serta pengobatan gagal ginjal tergantung dari penyebab terjadinya kegagalan fungsi ginjal itu sendiri. Pada intinya, Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi dan memperlambat perkembangan penyakit. Sebagai contoh, Pasien mungkin perlu melakukan diet penurunan intake sodium, kalium, protein dan cairan. Bila diketahui penyebabnya adalah dampak penyakit lain, maka dokter akan memberikan obat-obatan atau therapy misalnya pemberian obat untuk pengobatan hipertensi, anemia atau mungkin kolesterol yang tinggi.

Seseorang yang mengalami kegagalan fungsi ginjal sangat perlu dimonitor pemasukan (intake) dan pengeluaran (output) cairan, sehingga tindakan dan pengobatan yang diberikan dapat dilakukan secara baik. Dalam beberapa kasus serius, Pasien akan disarankan atau diberikan tindakan pencucian darah {Haemodialisa (dialysis)}. Kemungkinan lainnya adalah dengan tindakan pencangkokan ginjal atau transplantasi ginjal.

E. Tindakan Pencegahan Terserang Penyakit Ginjal

Kita yang dalam kondisi "merasa sehat" setidaknya diharapkan dapat melakukan pemeriksaan kedokter/kontrol/laboratorium. Sedangkan bagi mereka yang dinyatakan mengalami gangguan Ginjal, baik ringan atau sedang diharapkan berhati-hati dalam mengkonsumsi oabat-obatan seperti obat rematik, antibiotika tertentu dan apabila terinfeksi segera diobati, Hindari kekurangan cairan (muntaber), Kontrol secara periodik. http://www.infopenyakit.com/2008/05/penyakit-gagal-ginjal.html


Mengenal Gagal Ginjal
Ginjal
Ginjal adalah bagian tubuh yang sangat penting. Keberadaan ginjal sebagai penyaring darah dari sisa-sisa metabolisme menjadikan fungsinya tak bisa tergantikan oleh yang lainnya. Kerusakan atau gangguan pada ginjal menimbulkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh. Aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas. Bagi anda yang mengalami cepat lelah dan lemas berhati-hatilah, siapa tahu Anda sedang terkena penyakit ginjal.

Gejala Awal
Pada stadium awal, penyakit ginjal tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi seiring dengan metabolisme tubuh Anda, akan terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme tubuh di dalam tubuh. Akibatnya kaki dan tangan Anda jadi bengkak, nafas pendek, dan energi untuk beraktivitas pun jadi menurun.
Penyakit ginjal adalah penyakit yang aktif bekerja. Ia sangat mudah untuk bertambah parah bila tidak ditangani secara dini. Keadaan akgir dari penyakit ginjal adalah ginjal tidak bisa berfunsi lagi yang disebut dengan ESRD (End Stage Renal Disease) atau tahap akhir penyakit ginjal. Ini tahap paling berbahaya. Kalau sudah demikian, yang terbaik bagi Anda sekarang adalah operasi penggantian ginjal. Sebelum semuanya terjadi maka usaha yang bisa Anda lakukan adalah pencegahan dini dari kemungkinan ESRD.
Gagal Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah membersihkan darah darin sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya. Jika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya (pada tahap akhir penyakit ginjal), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh sel normal akan kembali masuk ke dalam darah (Uremia).
Bagaimana gagal ginjal bisa terjadi? Ini terjadi jika terdapat gangguan pada pembuluh darah vena atau system penyaringannya. Tidak hanya itu, bisa jua terjadi karena adanya masalah-masalah pada kesehatan yang lain, seperti adanya tekanan darah tinggi, diabetes atau adanya masalah yang terjadi pada system penyaringan ginjal seperti pada keadaan glomerulonefritis atau penyakit ginjal polikistik. Pada kasus lainnya juga ditemukan akibat adanya masalah pada saluran kemih.
Atur Konsumsi Makan
Mengkonsumsi makanan yang tepat penting dilakukan, khususnya bagi Anda penderita penyakit ginjal. Sebab dengan terganggunya fungsi ginjal, kotoran dalam darah akan semakin menumpuk. Keadaan ini akan menyebabkan tubuh menjadi bengkak, mual atau muntah. Tapi semua tergantung dari stadium penyakitnya, semakin lama dibiarkan penyakit ginjal menyerang maka efek negatifnya akan semakin parah.
Dengan membatasi jumlah makanan dan cairan secara tepat, akan diperoleh sisa hasil metabolisme yang mudah dibuang oleh tubuh. Penyaringan oleh ginjal dapat diminimalisir sehingga tidak sampai terjadi penumpukan sisa hasil metabolisme dalam darah.
Umumnya para penderita gagal ginjal disarankan oleh dokter untuk diet, mengurangi porsi makanan dan minuman sekaligus mengatur jenis makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi. Diet yang harus dijalani setiap penderita gagal ginjal akan berbeda satu dengan lainnya. Hal ini bergantung pada kondisi tubuh penderita.
Berikut beberapa saran makanan yang dianjurkan:
1. konsumsi makanan rendah protein
tubuh memerlukan protein untuk membentuk otot. Tapi bagi penderita penyakit ginjal, kelebihan protein akan menyebabkan gangguan pada pada proses penyaringan, yang berakibat terjadi peningkatan sisa hasil metabolisme protein dalam darah dan menambah parah penyakitnya. Anda dapat mencegah hal ini dengan cara mengkonsumsi makanan rendah protein yang ada di sekitar Anda.
1. Konsumsi sedikit garam
Garam natrium berfungsi untuk mempertahankan cairan dalam tubuh Anda. Untuk mengurangi kadar garam dalam tubuh, bila Anda membeli makanan, periksalah label makanan dan carilah makanan yang mempunyai kandungan natrium di bawah 400 mg untuk sekali makan. Kalau pun Anda makan dengan saus, gunakan saus yang berkadar natrium rendah, dan jangan gunakan garam pengganti yang mengandung kalium.
1. Tidak minum terlalu banyak
Ginjal yang normal dapat mengatur keseimbangan cairan yang masuk dan keluar dari tubuh. Jika ginjal Anda mengalami gangguan, maka akan terjadi masalah pada pembentukan urine. Dalam kondisi seperti ini, Anda harus membatasi konsumsi air per hari. Sebaiknya hisaplah air jeruk lemon untuk membasahi bibir Anda yang kering., dan minumlah hanya untuk mengatasi rasa haus saja. Jika Anda juga termasuk penderita diabetes, jagalah kadar gula Anda, agar Anda tidak merasa terlalu haus.
1. Tidak mengkonsumsi fosfat
Susu, kacang-kacangan yang dikeringkan, dan coklat yang banyak mengandung zat fosfat, sebaiknya dihindari untuk dikonsumsi karena akan berakibat kadar fosfat dalam darah Anda meningkat dan menyebabkan tulang menjadi lebih rapuh.
Adanya komplikasi
Kadang-kadang penyakit ginjal mengalami komplikasi dengan berbagai penyakit lainnya. Di antaranya adalah diabetes dan tekanan darah tinggi. Dan jika ini terjadi akan berdampak buruk bagi tubuh Anda.
Komplikasi dengan diabetes akan menyebabkan proses metabolisme dalam tubuh menjadi tidak maksimal. Akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat. Jika hal ini berlangsung lama akan dapat merusak pembuluh vena sekaligus menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Bila sudah terlanjur terjadi komplikasi, maka yang harus Anda lakukan sekarang adalah mempertahankan diet, mengontrol kadar glukosa dalam darah, dan rutinlah berolahraga.
Tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah. Komplikasi dengannya menyebabkan fungsi ginjal sebagai penyaring darah menjadi terganggu. Usaha yang Anda dapat lakukan adalah mengurangi konsumsi garam dan lemak sambil tetap mempertahankan diet yang Anda jalanka. Olahraga dan minum obat-obatan yang dianjurkan akan sangat membantu, perhatikan juga berat badan dan tekanan darah Anda. http://safuan.wordpress.com/2007/12/12/mengenal-gagal-ginjal/
SOLUSI GAGAL GINJAL
by Heri Sutanto - Thursday, 6 April 2006, 12:32 PM
Ginjal adalah salah satu organ tubuh pemberian Tuhan yang harus selalu kita syukuri, ginjal sangat berperan dalam proses urinaria tubuh. Kerusakan ginjal dapat mengganggu sistem sekresi sehingga keberadaan ginjal perlu dijaga agar fungsinya maksimum. Kerusakan ginjal terjadi secara bertahap Adapun tahapan dari penurunan fungsi ginjal yaitu :

• Kerusakan ginjal minimal
• Kerusakan ginjal ringan
• Kerusakan ginjal sedang
• Kerusakan ginjal berat
• Gagal ginjal (fungsi ginjal <15%) Gagal ginjal dapat terjadi karena kelainan primer seperti infeksi ginjal, sumbatan batu ginjal, kelainan gagal ginjal, atau komplikasi dari penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk mendeteksi kerusakan fungsi ginjal 1. Pemeriksaan darah (kadar sel darah, ureum, kreatinin, asam urat, Kalium, fosfor, kalsium) 2. Air seni (Mikroskopik dan protein) 3. Rontgen ginjal 4. USG ginjal 5. Biopsi ginjal Pencangkokan ginjal Pencangkokan ginjal pada prinsipnya adalah memindahkan ginjal sehat ke penderita gagal ginjal. Ginjal baru ini akan diletakkan di rongga ileum kemudian menyambungkan pembuluh darah ginjal baru dengan pasien, baru kemudian dengan (saluran kencing) ureter. Berhasilnya pencangkokan ginjal baru ditandai dengan keluarnya air seni dari ginjal tersebut. Ginjal yang gagal biasanya tidak perlu diambil tapi bila menyebabkan infeksi maka ginjal tersebut perlu diangkat. Untuk operasi pengangkatan ginjal tersebut diperlukan waktu 2-3 jam. Sedangkan operasi pencangkokan ginjal sendiri membutuhkan waktu 2-3 jam. Keunggulan dari pencangkokan ginjal adalah tidak perlu repot dengan cuci darah hingga 2-3 kali dalam 1 minggu sehingga meningkatkan kualitas hidup. Pencangkokan ginjal merupakan cara pengobatan gagal ginjal terbaik dimana satu ginjal sehat dapat menggantikan 2 ginjal sakit pada pasien gagal ginjal. Ginjal hasil pencangkokan dapat bertahan selama 40 tahun bila dirawat dengan baik. Satu orang penderita gagal ginjal dapat melakukan pencangkokan ginjal maksimal 4 kali. Batas umur penerima donor ginjal pada pencangkokan bagi adalah 70-80 tahun. Setelah pencangkokan ginjal, penerima donor harus minum obat yang biasa disebut anti tolak untuk jangka panjang. Obat ini berfungsi agar tubuh dapat menerima organ baru yang dicangkokkan. Sebelum operasi pencangkokan ginjal perlu dilakukan pemeriksaan seperti: • darah rutin • urin rutin • pemeriksaan darah • EKG dan USG • Endoskopi • X-ray • Pemeriksaan jantung • Pemeriksaan jaringan (HLA) dan Antibodi (PRA) Ada 3 jenis donor cangkok ginjal - Donor keluarga - Donor non keluarga - Donor dari orang yang telah meninggal Untuk melakukan cangkok ginjal diperlukan dana sekitar $ 25.000, jadi sebaiknya sedini mungkin kita jaga kesehatan tubuh, ginjal salah satunya. http://els.fk.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=964 Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis") yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglisemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.[2] Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk. Penyebab Penyebab diabetes yang utama adalah karena kurangnya produksi insulin (diabetes melitus tipe 1), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes melitus tipe 2). Selain itu, terdapat jenis diabetes melitus yang juga disebabkan oleh resistensi insulin yang terjadi pada wanita hamil. DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin, sedangkan DM tipe 2 hanya membutuhkan insulin apabila penanganan sebelumnya tidak efektif. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan. Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus. Kesuksesan menjaga kadar gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur. Jenis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, dan DM pada kehamilan [3]. Diabetes mellitus tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1 atau diabetes anak-anak (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder". Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Diabetes mellitus tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[4] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[5] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[6] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[7] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[7] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[8] Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[9] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[7] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[7] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[10] NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[11], lipodistrofi,[7] dan sindrom resistansi insulin. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[rujukan?] Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[rujukan?] Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.[rujukan?] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[rujukan?] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.[rujukan?] Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan. Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[12] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[13][14] Diabetes Melitus Gestasional Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: Gestational Diabetes Mellitus) atau diabetes melitus pada kehamilan, melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan.[rujukan?] Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[rujukan?] Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan. Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia. Gejala Gejala klasik diabetes melitus adalah poliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak minum) dan polifagi (banyak makan). Gejala ini boleh kembang;kan sungguh puasa diset dicetak 1, terutama sekali di anak-anak ( bulan atau minggu) tetapi mungkin sulit dipisahkan atau dengan sepenuhnya absen & & mdash; seperti halnya mengembang;kan jauh lebih pelan-pelan & mdash; diset dicetak 2. Diset dicetak 1 [di/ke] sana boleh juga jadilah kerugian berat/beban ( di samping normal atau yang ditingkatkan makan) dan kelelahan yang tidak dapat diperkecil lagi. Gejala ini boleh juga menjelma diset dicetak 2 kencing manis di pasien kencing manis siapa adalah dengan kurang baik dikendalikan. Poliuri Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke urine. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Polidipsi Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Polifagi Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Komplikasi Ketoasidosis diabetikum Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[rujukan?] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[rujukan?] Hipoglikemi Penanganan Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadan. http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus 1. Definisi Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa darah menentukan apakah seseorang menderita DM atau tidak. Tabel berikut menunjukkan kriteria DM atau bukan : Bukan DM Puasa Vena < 100 Kapiler < 80 2 jam PP - Gangguan Toleransi Glukosa Puasa Vena 100 - 140 Kapiler 80 - 120 2 jam PP Vena 100 - 140 Kapiler 80 – 120 DM Puasa Vena > 140
Kapiler > 120 2 jam PP Vena > 200
Kapiler > 200
Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya :
• Diabetes mellitus tergantung insulin
• Diabetes mellitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus
• Diabetes mellitus terkait malnutrisi
Diabetes melitus yang terkait keadaan atau gejala tertentu seperti penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat-obatan / bahan kimia, kelainan insulin / reseptornya, sindrom genetik dll
2. Faktor Penyebab Diabetes melittus
Umumnya diabetes melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melittus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui

3. Type Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit gula atau kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.
Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain.
4. Gejala Penderita Diabetes Mellitus
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu:
• banyak minum,
• banyak kencing,
• berat badan turun.
Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang pada awalnya terus melejit naik lalu tiba-tiba turun terus tanpa diet. Tetangga saya ibu Ida juga tak pernah menyadari kalau menderita diabet ketika badannya yang gemuk tiba-tiba terus menyusut tanpa dikehendaki. Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
Gejala:
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru diketahui sesudah adanya pemeriksaan laboratorium.
Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara lain :
• Rasa haus
• Banyak kencing
• Berat badan turun
• Rasa lapar
• Badan lemas
• Rasa gatal
• Kesemutan
• Mata kabur
• Kulit Kering
• Gairah sex lemah
Komplikasi:
• Penglihatan kabur
• Penyakit jantung
• Penyakit ginjal
• Gangguan kulit dan syaraf
• Pembusukan
• Gairah sex menurun
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Maka bagi penderita diabet jangan sampai lengah untuk selalu mengukur kadar gula darahnya, baik ke laboratorium atau gunakan alat sendiri. Bila tidak waspada maka bisa berakibat pada gangguan pembuluh darah a.l.
• gangguan pembuluh darah otak (stroke),
• pembuluh darah mata (gangguan penglihatan),
• pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
• pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
• pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Penderita juga rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.
Kardiopati diabetik
Kardiopati diabetik adalah gangguan jantung akibat diabetes. Glukosa darah yang tinggi dalam jangka waktu panjang akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Lama-kelamaan akan terjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah. Maka bagi para penderita diabet perlu pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida darah secara rutin. Dari pengalaman saya untuk menurunkan kadar gula darah sekaligus menormalkan kadar kolestrol dan trigliserida sebenarnya sangat mudah. Yang pertama sebenarnya pola makan malam. Upayakanlah tidak makan nasi pada malam hari. Gantilah dengan makan kentang atau bisa juga pisang kepok rebus atau bisa juga konsumsi sayur dan buah-buahan.
Penyempitan pembuluh darah koroner menyebabkan infark jantung dengan gejala antara lain nyeri dada. Karena diabetes juga merusak sistem saraf, rasa nyeri kadang-kadang tidak terasa. Serangan yang tidak terasa ini disebut silent infraction atau silent heart attack.
Kematian akibat kelainan jantung dan pembuluh darah pada penderita diabetes kira-kira dua hingga tiga kali lipat lebih besar dibanding bukan penderita diabetes., pengendalian kadar gula dalam darah belum cukup untuk mencegah gangguan jantung pada penderita diabetes.
Sebagaimana rekomendasi Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) serta perkumpulan sejenis di Eropa atau Indonesia (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia/Perkeni), penderita diabetes diharapkan mengendalikan semua faktor secara bersama-sama untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Tekanan darah harus diturunkan secara agresif di bawah 130/80 mmHg, trigliserida di bawah 150 mg/dl, LDL (kolesterol buruk) kurang dari 100 mg/dl, HDL (kolesterol baik) di atas 40 mg/dl. Hal ini memberi proteksi lebih baik pada jantung.
Gangren dan impotensi
Penderita diabetes yang kadar glukosanya tidak terkontrol respons imunnya menurun. Akibatnya, penderita rentan terhadap infeksi, seperti infeksi saluran kencing, infeksi paru serta infeksi kaki.
Banyak hal yang menyebabkan kaki penderita diabetes mudah kena infeksi, terkena knalpot, lecet akibat sepatu sesak, luka kecil saat memotong kuku, kompres kaki yang terlalu panas. Infeksi kaki mudah timbul pada penderita diabetes kronis dan dikenal sebagai penyulit gangren atau ulkus.
Jika dibiarkan, infeksi akan mengakibatkan pembusukan pada bagian luka karena tidak mendapat aliran darah. Pasalnya, pembuluh darah penderita diabetes banyak tersumbat atau menyempit. Jika luka membusuk, mau tidak mau bagian yang terinfeksi harus diamputasi.
Penderita diabetes yang terkena gangren perlu dikontrol ketat gula darahnya serta diberi antibiotika. Penanganan gangren perlu kerja sama dengan dokter bedah.
Untuk mencegah gangren, penderita diabetes perlu mendapat informasi mengenai cara aman memotong kuku serta cara memilih sepatu.
Impotensi juga menjadi momok bagi penderita diabetes, impotensi disebabkan pembuluh darah mengalami kebocoran sehingga penis tidak bisa ereksi. Impotensi pada penderita diabetes juga bisa disebabkan oleh faktor psikologis atau gabungan organis dan psikologis.
Nefropati diabetik
Entah bagaimana mulanya akhir-akhir ini banyak pasien gagal ginjal datang ke klinik saya. Sebelumnya tak pernah saya duga bahwa tanaman obat kita mampu membantu mengatasi kasus gagal ginjal. Awal mulanya seorang penderita gagal ginjal dengan penuh keyakinan meminta tolong saya untuk membantu mengatasi penyakitnya.
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan akan merusak selaput penyaring ini.
Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Menurut situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar lima sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi ini.
Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul risiko kematian.
Ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang berfungsi mematangkan sel darah merah. Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita mengalami anemia.
Pengobatan progresif sejak dini bisa menunda bahkan menghentikan progresivitas penyakit. Repotnya penderita umumnya baru berobat saat gangguan ginjal sudah lanjut atau terjadi makroalbuminuria (300 mg albumin dalam urin per 24 jam).
Pengobatan meliputi kontrol tekanan darah. Tindakan ini dianggap paling penting untuk melindungi fungsi ginjal. Biasanya menggunakan penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitors) dan atau penghambat reseptor angiotensin (ARBs). Selain itu dilakukan pengendalian kadar gula darah dan pembatasan asupan protein (0,6-0,8 gram per kilogram berat badan per hari).
Penderita yang telah sampai tahap gagal ginjal memerlukan hemodialisis atau transplantasi ginjal.
Gejala nefropati diabetes baru terasa saat kerusakan ginjal telah parah berupa bengkak pada kaki dan wajah, mual, muntah, lesu, sakit kepala, gatal, sering cegukan, mengalami penurunan berat badan.
Penderita nefropati harus menghindari zat yang bisa memperparah kerusakan ginjal, misalnya pewarna kontras yang digunakan untuk rontgen, obat anti-inflamasi nonsteroid serta obat-obatan yang belum diketahui efek sampingnya.
Retinopati diabetik
Diabetes juga dapat menimbulkan gangguan pada mata. Yang terutama adalah retinopati diabetik. Keadaan ini, disebabkan rusaknya pembuluh darah yang memberi makan retina.
Bentuk kerusakan bisa bocor dan keluar cairan atau darah yang membuat retina bengkak atau timbul endapan lemak yang disebut eksudat. Selain itu terjadi cabang-cabang abnormal pembuluh darah yang rapuh menerjang daerah yang sehat.
Retina adalah bagian mata tempat cahaya difokuskan setelah melewati lensa mata. Cahaya yang difokuskan akan membentuk bayangan yang akan dibawa ke otak oleh saraf optik.
Bila pembuluh darah mata bocor atau terbentuk jaringan parut di retina, bayangan yang dikirim ke otak menjadi kabur. Gangguan penglihatan makin berat jika cairan yang bocor mengumpul di fovea, pusat retina yang menjalankan fungsi penglihatan sentral. Akibatnya, penglihatan kabur saat membaca, melihat obyek yang dekat serta obyek yang lurus di depan mata.
Pembuluh darah yang rapuh bisa pecah, sehingga darah mengaburkan vitreus, materi jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Hal ini menyebabkan cahaya yang menembus lensa terhalang dan tidak sampai ke retina atau mengalami distorsi. Jaringan parut yang terbentuk dari pembuluh darah yang pecah di korpus vitreum dapat mengerut dan menarik retina, sehingga retina lepas dari bagian belakang mata. Pembuluh darah bisa muncul di iris (selaput pelangi mata) menyebabkan glaukoma.
Risiko terjadinya retinopati diabetik cukup tinggi. Sekitar 60 persen orang yang menderita diabetes 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh darah pada mata.
Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi fluoresen yaitu foto rontgen mata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui kebocoran pembuluh darah.
Pengobatan dilakukan dengan bedah laser oftalmologi. Yaitu, penggunaan sinar laser untuk menutup pembuluh darah yang bocor, sehingga tidak terbentuk pembuluh darah abnormal yang rapuh. Selain itu bisa dilakukan vitrektomi yaitu tindakan mengeluarkan vitreus yang dipenuhi darah dan menggantinya dengan cairan jernih.
Penderita retinopati hanya boleh berolahraga ringan dan harus menghindari gerakan membungkuk sampai kepala di bawah.
Menderita diabetes bukan berarti kiamat. Penderita diabetes bisa hidup secara wajar dan normal seperti orang- orang yang bukan penderita diabetes. Bedanya, penderita diabetes harus disiplin mengontrol kadar gula darah agar tidak meningkat di atas normal untuk jangka waktu panjang.
Penyakit diabetes mellitus (DM)-yang dikenal masyarakat sebagai penyakit gula atau kencing manis-terjadi pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah akibat kekurangan insulin atau reseptor insulin tidak berfungsi baik.
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas, sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.
Tidak keluarnya insulin dari kelenjar pankreas penderita DM tipe 1 bisa disebabkan oleh reaksi autoimun berupa serangan antibodi terhadap sel beta pankreas.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel.
Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai komplikasi.
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu, banyak minum, banyak kencing, dan berat badan turun. Pada awalnya, kadang-kadang berat badan penderita diabetes naik. Penyebabnya, kadar gula tinggi dalam tubuh.
Gejala lain, adalah gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama di malam hari, gangguan penglihatan, gatal di daerah kemaluan atau lipatan kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
Jika tidak tepat ditangani, dalam jangka panjang penyakit diabetes bisa menimbulkan berbagai komplikasi akibat gangguan pembuluh darah, gangguan bisa terjadi pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). Penderita juga rentan infeksi, mudah terkena infeksi paru, gigi, dan gusi serta saluran kemih.
5. Pengobatan dan Perawatan
Pengobatan Diabetes milittus yang secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :
• Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin ( gejala DM )
• Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang dilakukan :
• Menormalkan kadar glukosa, lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis lainnya. Langkah yang dilakukan terutama : Diet; Mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin. aktivitas fisik; olahraga teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin.
• Obat-obat hipoglikemia oral : Sulfonylurea untuk merangsang pancreas menghasilkan insulin dan mengurangi resistensi terhadap insulin.
• Terapi insulin
Tanaman obat memiliki kelebihan dalam pengobatan DM karena umumnya tanaman obat memiliki fungsi konstruktif yaitu membangun kembali jaringan-jaringan yang rusak serta menyembuhkan penyakit komplikasi yang lain.
Dengan demikian dari tanaman obat diharapkan :
• Perbaikan kerusakan fungsi pankreas
• Peningkatan efektifitas insulin yang dihasilkan
• Penyembuhan penyakit komplikasi akibat DM
NOTE :
• Untuk pencegahan diabetes dapat menggunakan kapsul Madedem
• Pengobatan Diabetes dapat menggunakan ramuan Paket Diabeteshttp://www.ningharmanto.com/2009/09/diabetes-mellitus/

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS
I. PENGERTIAN
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
II. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.
III. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

V. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal
VII. PENATALAKSANAAN
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
? Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
? Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
? Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
? Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah
VIII. KOMPLIKASI
a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
IX. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
? kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
? Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
? Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
? Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
? Tachikardi
? Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
? Cailary refil melambat
? Pucat pada bagian yang terkena
? Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
? Kesemutan
? Deformitas, krepitasi, pemendekan
? kelemahan
d. Kenyamanan
? nyeri tiba-tiba saat cidera
? spasme/ kram otot
e. Keamanan
? laserasi kulit
? perdarahan
? perubahan warna
? pembengkakan lokal

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
? Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
? Mempertahankan posisi fungsinal
? Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
? Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas
g. Ubah psisi secara periodik
h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
b.Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
? Klien menyatajkan nyei berkurang
? Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
? Tekanan darahnormal
? Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
e. Jelaskanprosedu sebelum memulai
f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Kolaborasi : pemberian analgetik
C. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
? Penyembuhan luka sesuai waktu
? Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi emberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_fraktur.html
FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ) Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang terkilir.
B. Prevalensi
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon.
C. Jenis fraktur
1. Complete fraktur ( fraktur komplet ), patah pada seluruh garis tengah tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed frakture ( simple fracture ), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture ( compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1894174-fraktur/

(BPH, Benign Prostatic Hyperplasia)
Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) DEFINISI
Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar.

Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun.



PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi karena proses penuaan.

Kelenjar prostat mengeliling uretra (saluran yang membawa air kemih keluar dari tubuh), sehingga pertumbuhan pada kelenjar secara bertahap akan mempersempit uretra. Pada akhirnya aliran air kemih mengalami penyumbatan.
Akibatnya, otot-otot pada kandung kemih tumbuh menjadi lebih besar dan lebih kuat untuk mendorong air kemih keluar.

Jika seorang penderita BPH berkemih, kandung kemihnya tidak sepenuhnya kosong.
Air kemih tertahan di dalam kandung kemih, sehingga penderita mudah mengalami infeksi dan membentuk batu.

Penyumbatan jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Pada penderita BPH, pemakaian obat yang mengganggu aliran air kemih (misalnya antihistamin yang dijual bebas) bisa menyebabkan penyumbatan.

GEJALA
Gejala awal timbul jika prostat yang membesar mulai menyumbat aliran air kemih.
Pada mulanya, penderita memiliki kesulitan untuk memulai berkemih. Penderita juga merasakan bahwa proses berkemihnya belum tuntas.

Penderita menjadi lebih sering berkemih pada malam hari (nokturia) dan jika berkemih harus mengedan lebih kuat.
Volume dan kekuatan pancaran berkemih juga menjadi berkurang dan pada akhir berkemih air kemih masih menetes.
Akibatnya kandung kemih terisi penuh sehingga terjadi inkontinensia uri (beser).

Pada saat penderita mengedan untuk berkemih, vena-vena kecil pada uretra dan kandung kemih bisa pecah sehingga pada air kemih terdapat darah.

Penyumbatan total menyebabkan penderita tidak dapat berkemih sehingga penderita merasakan kandung kemihnya penuh dan timbul nyeri hebat di perut bagian bawah.

Jika terjadi infeksi kandung kemih, akan timbul rasa terbakar selama berkemih, juga demam.
Air kemih yang tertahan di kandung kemih juga menyebabkan bertambahnya tekanan pada ginjal, tetapi jarang menyebabkan kerusakan ginjal yang menetap.



DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk merasakan/meraba kelenjar prostat.
Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui adanya pembesaran prostat, benjolan keras (menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukkan adanya infeksi).

Biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostat (mengukur kadar antigen spesifik prostat atau PSA).
Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostat.

Untuk mengukur jumlah air kemih yang tersisa di dalam kandung kemih setelah penderita berkemih, dilakukan pemasangan kateter atau penderita diminta untuk berkemih ke dalam sebuah uroflometer (alat yang digunakan untuk mengukur laju aliran air kemih).

Dengan menggunakan USG, bisa diketahui ukuran kelenjar dan ditentukan penyebab terjadinya BPH.
Kadang dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra untuk mengetahui penyebab lainnya dari penyumbatan aliran air kemih.

Untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran air kemih bisa dilakukan pemeriksaan rontgen IVP.
Analisa air kemih dilakukan untuk melihat adanya darah atau infeksi.

PENGOBATAN
Obat-obatan
1. Alfa 1-blocker
Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan terazosin.
Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih.
2. Finasterid
Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormon prostat sehingga memperkecil ukuran prostat.
Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju aliran air kemih dan mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6 bulan sampai terjadinya perbaikan yang berarti.
Efek samping dari Finasterid adalah berkurangnya gairah seksual dan impotensi.
3. Obat lainnya
Untuk mengobati prostatitis kronis, yang seringkali menyertai BPH, diberikan antibiotik.

Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan terhadap penderita yang mengalami:
- inkontinensia uri
- hematuria (darah dalam air kemih)
- retensio uri (air kemih tertahan di dalam kandung kemih)
- infeksi saluran kemih berulang.
Pemilihan prosedur pembedahan biasanya tergantung kepada beratnya gejala serta ukuran dan bentuk kelenjar prostat.
1. TURP (trans-urethral resection of the prostate)
TURP merupakan pembedahan BPH yang paling sering dilakukan.
Endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Keuntungan dari TURP adalah tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi.
88% penderita yang menjalani TURP mengalami perbaikan yang berlangsung selama 10-15 tahun. Impotensi terjadi pada 13,6% penderita dan 1% penderita mengalami inkontinensia uri.


2. TUIP (trans-urethral incision of the prostate)
TUIP menyerupai TURP, tetapi biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki prostat relatif kecil.
Pada jaringan prostat dibuat sebuah sayatan kecil untuk melebarkan lubang uretra dan lubang pada kandung kemih, sehingga terjadi perbaikan laju aliran air kemih dan gejala berkurang.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, penyempitan uretra dan impotensi.
3. Prostatektomi terbuka.
Sebuah sayatan bisa dibuat di perut (melalui struktur di belakang tulang kemaluan/retropubik dan diatas tulang kemaluan/suprapubik) atau di daerah perineum (dasar panggul yang meliputi daerah skrotum sampai anus). Pendekatan melalui perineum saat ini jarangn digunakan lagi karena angka kejadian impotensi setelah pembedahan mencapai 50%.
Pembedahan ini memerlukan waktu dan biasanya penderita harus dirawat selama 5-10 hari.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah impotensi (16-32%, tergantung kepada pendekatan pembedahan) dan inkontinensia uri (kurang dari 1%).
Pengobatan lainnya yang efektivitasnya masih dalam penelitian adalah hipertermia, terapi laser dan prostatic stents.

Jika derajat penyumbatannya masih minimal, bisa dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
• Mandi air panas
• Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul
• Melakukan aktivitas seksual (ejakulasi) seperti biasanya
• Menghindari alkohol
• Menhindari asupan cairan yang berlebihan (terutama pada malam hari)
• Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum tidur
• Penderita BPH sebaiknya menghindari pemakaian obat flu dan sinus yang dijual bebas, yang mengandung dekongestan karena bisa meningkatkan gejala BPH. http://medicastore.com/penyakit/557/Pembesaran_Prostat_Jinak_BPH_Benign_Prostatic_Hyperplasia_.html

BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI BPH
adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: o Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. o Ketidakseimbangan endokrin. o Faktor umur / usia lanjut. o Unknown / tidak diketahui secara pasti.

D. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
PATHWAY:Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomi Kompensasi otot destrusor Spasme otot spincter Merangsang nociseptor Hipotalamus Dekompensasi otot destrusor Potensi urin Tek intravesikal Refluk urin ke ginjal Tek ureter & ginjal meningkat Gagal ginjal Retensi urin Port de entrée mikroorganisme kateterisasi Luka insisi Resiko disfungsi seksual Nyeri Resti infeksi Resiko kekurangan vol cairan Resiko perdarahan: resiko syok hipovolemik Hilangnya fungsi tbh Perub pola eliminasi Kurang informasi ttg penyakitnya Kurang pengetahuan Hyperplasia periuretral Usia lanjut Ketidakseimbangan endokrin BPH.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée
mikroorganisme melalui kateterisasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Histologi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli (7).
Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius (8).
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil (8).
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior (9).
Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu: (10)
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal (10).
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis (8, 9).
Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah (8, 9).

Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos (8).

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)/ Pembesaran Prostat Jinak (PPJ)
- Definisi
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia (11, 12).
- Histopatologi
Daerah yang sering dikenai adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran prostat yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka tampak jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan, disebut hiperplasia fibromatosa (13).

Gambar. Mikroskopis Hiperplasia Prostat Jinak
Ketergantungan sejumlah relatif elemen stroma dan kelenjar, maka tipe hiperplasia prostat yang sering ditemukan adalah fibromyoglandular dan fibromyomatosa. Perubahan sekunder yang terjadi adalah infark akibat nodul menekan pembuluh darah (13).
- Etiologi dan Patogenesis
Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia (13, 14).
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi (7).
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus (7).
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (7).
- Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasia (11).
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik (15).
Dari beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat, mereka melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran dewasa dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40 dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Mereka juga menetapkan insiden hiperplasia prostat makin meningkat dengan meningkatnya usia dimulai dari dekade ke-3 kehidupan dan menjadi sangat besar pada waktu usia 80-90 tahun (1).
Tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam peningkatan kejadian BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi, namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH (16).
- Gambaran KIinis
Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing (17).
Tanda dan gejala hiperplasia prostat antara lain sering buang air kecil, nocturia, pancaran urin lemah, urin yang keluar menetes-netes pada bagian akhir masa buang air kecil. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus (3).
Tanda obstruksi (11):
§ Menunggu pada permulaan miksi
§ Pancaran miksi terputus-putus (intermitten)
§ Rasa tidak puas sehabis miksi
§ Urin menetes pada akhir miksi (terminal dribling)
§ Pancaran urin jadi lemah (11)
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam kandung kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Tanda iritasi (11):
§ Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)
§ Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)
§ Bertambahnya frekuensi miksi
§ Nyeri pada waktu miksi (disuria) (11).
Gejala dan tanda ini diberi skoring untuk menentukan berat keluhan klinik. Pada waktu miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama kelamaan akan menyebabkan hernia atau hermoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam kandung kemih (13).
Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat miksi sehingga harus dikeluarkan dengan kateter(13).
Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter anus, kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum dan prostat. Pada pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba. Apabila batas atas masih bisa diraba biasanya diperkirakan berat prostat kurang dan 60 gram. Tentu saja penentuan berat prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris dengan bagian yang lebih keras (11).
Retensi urin dapat teriadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada pemeniksaan colok dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak menimbulkan gejala obstruksi saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah miksi normal pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiperplasia prostat (11).
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan pancaran urin pada waktu miksi, cara pengukuran ini disebut uroflowmetri. Angka normal untuk pancaran urin rata-rata 10-12 ml/detik dengan pancaran maksimal sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal (11).
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, seperti foto polos abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu saluran kemih, hidronefrosis, atau difertikel saluran kemih. Pembesan prostat dapat dilihat lesi profusio prostat kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar kandung kemih pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail (11).
Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (trans rectal ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat pula menentukan volume kandung kemih, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti defertikel, tumor dan batu(11).
Pemeriksaan CT Scan atau MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi dilakukan apabila pada anamesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat di dalam uretra (11).
- Diagnosis
The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi (2, 16) :
a) Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International Prostate Symptom Score, IPSS)
b) Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi.
c) Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Pemeriksaan Tambahan (5):
a) Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi)
b) Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)
c) Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)
d) Pemeriksaan USG transabdominal
e) Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosa pasti) (5).
- Diagnosis Banding
Proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi otot detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu ketiga dari faktor tersebut. Kelemahan otot detrusor dapat disebabkan oleh gangguan syaraf (gangguan neorologic), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persyarafan di daerah pelvis, penggunaan obat-obat penenang, alkoholisme, obat penghambat alfa, parasimpatolitilc. Kekakuan leher vesika disebabkab proses fibrosis sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh hiperplasia prostat, tumor di leher kandung kemih, batu diuretra atau striktura uretra, uretritis akut atau kronis (11).

- Terapi
Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi. Indikasi absolut dilakukan operasi adalah (2):
Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan kateter urin sedikitnya satu kali.
Infeksi saluran kencing berulang.
Gross hematuria berulang.
Batu buli-buli.
Insufisiensi ginjal.
Divertikula buli-buli.
A. Watchful waiting
Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan (2).
B. Medikamentosa
1. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya (2).
2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala (2).
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung (2).
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji (2).
C. Operasi konvensional
1. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkotinensia urin (<1%).>(2).
2. Transurethral incision of the prostate
Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien (2).
3. Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik (2).
D. Terapi minimal invasif
1. Laser
Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG dan holomium:YAG (2).
Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah (2):
1. Kehilangan darah minimal.
2. Sindroma TUR jarang terjadi.
3. Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.
4. Dapat dilakukan out patient procedure.
Kerugian operasi dengan laser (2):
1. Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.
2. Pemasangan keteter postoperasi lebih lama.
3. Lebih iritatif.
4. Biaya besar(2) .
2. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR (2).
3. Hyperthermia
Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin tidak diperlukan (2).
4. Transurethal needle ablation of the prostate
Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan melaluli uretra (2).
5. High Intensity focused ultrasound
High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas. Untrasound probe ditempatkan pada rektum (2).
6. Intraurethral stents
Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten (2).
7. Transurethral balloon dilation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40>3). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini (2).

SUMBER: http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/benign-prostatic-hyperplasia-bph-pembesaran-prostat-jinak-ppj/ - 73k
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas4. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun2.
ETIOLOGI
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya4:
Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.
Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

PATOLOGI
Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum4.
Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa.
Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak menunjukkan proses keganasan.
Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal ini mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil.
PATOFISIOLOGI
BPH adalah perbesaran kronis dari prostat pada usia lanjut yang berkorelasi dengan pertambahan umur. Perubahan yang terjadi berjalan lambat dan perbesaran ini bersifat lunak dan tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam banyak hal dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra sedemikian rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun komplit3.
GEJALA DAN TANDA
Gejala Klinis
Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala iritatif, terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence). Kedua, gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong (incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow4.
Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal4.
DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan dari anamnesa yang meliputi keluhan dari gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk merasakan/meraba kelenjar prostat. Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui adanya pembesaran prostat, benjolan keras (menunjukkan kanker) dan nyeri tekan (menunjukkan adanya infeksi).
Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostat (mengukur kadar antigen spesifik prostat atau PSA).
Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostat.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan BPH berupa4 :
Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan. Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan.
Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).
Terapi Bedah Konvensional
Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli.
Terapi Invasif Minimal
Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil.
Terapi laser
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy.
Terapi alat
Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.
Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.
High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.
Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.
Transurethral baloon dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih.
PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.



PENCEGAHAN
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah :
1. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat.
Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat.
Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
Mengurangi makanan kaya lemak hewan
Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
Berolahraga secara rutin
Pertahankan berat badan ideal


KESIMPULAN
Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) merupakan pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas dan biasa menyerang pria diatas 50 tahun.
Penyebab BPH tidak diketahui, tetapi mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi karena proses penuaan.
Gejala dan tanda-tanda dari BPH yaitu sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang air kecil malam hari lebih dari satu kali, sulit menahan buang air kecil, pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus mengedan saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow.
Penatalaksanaan BPH berupa watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, terapi minimal invasif, dan farmakoterapi.
Prognosis BPH tidak dapat diprediksi, tetapi dapat dikatakan buruk jika tidak segera ditangani karena dapat berkembang menjadi kanker prostate yang bersifat mematikan.
Upaya pencegahan BPH adalah dengan menjalankan pola hidup sehat. Di antaranya mengonsumsi buah-buahan yang kaya akan antioksidan seperti tomat, alpokat, kacang-kacangan, dan mengkonsumsi makanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan akan zat-zat gizi esensial, vitamin dan mineral.

SUMBER: http://209.85.175.132/search?q=cache:u1_X8rtjltcJ:fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php%3FattId%3D1172%26page%3DArina%2520Fatharani%2520A+jurnal+kedokteran+BPH&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id



Infeksi Saluran Kemih

Selama ini anyang-anyangan, atau rasa ingin kencing lagi usai berkemih paling banyak di derita oleh para perempuan. Jika Anda salah satu penderitanya, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Pasalnya, anyang-anyangan merupakan salah satu indikasi seseorang terkena infeksi saluran kemih (ISK). Sayangnya, sekitar 10% penyakit ini tidak menimbulkan gejala, sehingga si penderita pun tidak merasakan apa-apa. Begitu terdeteksi kondisinya sudah parah.


Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Ada dua jenis penyakit ISK, yaitu ISK bagian atas dan ISK bagian bawah. ISK bagian bawah dinamakan sistitis. Pada ISK bagian atas kuman menyebar lewat saluran kencing, ginjal, dan bahkan seluruh tubuh. Sehingga dampak lanjutannya penderita akan mengalami infeksi ginjal dan urosepsis. Itu sebabnya penyakit ini sama sekali tak boleh dianggap remeh.
Mengapa perempuan lebih rentan?
Dibandingkan laki-laki, perempuan ternyata lebih rentan terkena penyakit ini. Pasalnya, penyebabnya adalah saluran uretra (saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh) perempuan lebih pendek (sekitar 3-5 centi meter). Berbeda dengan uretra laki-laki yang panjang, sepanjang penisnya, sehingga kuman sulit masuk.
Penyebab
Infeksi saluran kemih disebabkan karena perempuan tersebut kurang menjaga kebersihan organ intimnya sehingga menjadi tempat berkembang biak yang sangat baik bagi kuman dan bakteri. Nah, salah satu penyebab yang selama ini kurang mendapat perhatian adalah penggunaan toilet umum secara sembarangan!
Bakteri atau kuman yang paling sering mengakibatkan ISK antara lain Escherichia coli atau E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas. Di antara ketiganya, penyebab paling utama adalah E. coli yang ada di mana-mana, termasuk tinja manusia.
Gejalanya
Sakit dan nyeri menggigit di perut bagian bawah, di atas tulang kemaluan.
Terasa sakit di akhir kencing.
Anyang-anyangan atau rasa masih ingin kencing lagi. Meski sudah dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.
Kondisi parah akan disertai demam

Faktor risiko
Kurang menjaga kebersihan dan kesehatan daerah seputar saluran kencing.
Cara cebok yang salah, yaitu dari belakang ke depan. Cara cebok seperti ini sama saja menarik kotoran ke daerah vagina atau saluran kencing.
Suka menahan kencing. Kebiasaan ini memungkinkan kuman masuk ke dalam saluran kencing. Hal ini karena uretra perempuan yang pendek.
Tidak kencing sebelum melakukan hubungan seks. Biasanya hal ini banyak terjadi pada pasangan yang baru menikah, karena itu disebut honeymooners cystitis.
Memiliki riwayat penyakit kelamin.
Memiliki riwayat penyakit batu di daerah saluran kencing.
Solusi
Agar perempuan terhindar dari penyakit ini, berikut ini solusinya:
Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kencing.
Membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH balanced (seimbang) sebab membersihkan dengan air saja tidak cukup bersih.

Pilih toilet umum dengan toilet jongkok. Sebab toilet jongkok tidak menyentuh langsung permukaan toilet dan lebih higienis. Jika terpaksa menggunakan toilet duduk, sebelum menggunakannya sebaiknya bersihkan dulu pinggiran atau dudukan toilet. Toilet-toilet umum yang baik biasanya sudah menyediakan tisu dan cairan pembersih dudukan toilet.
Jangan cebok di toilet umum dari air yang ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
Gunakan pakaian dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.


http://www.conectique.com/tips_solution/health/disease/article.php?article_id=6410

ASKEP INFEKSI SALURAN KEMIH
Posted on April 28, 2008 by harnawatiaj
Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada umur lanjut. Akan tetapi, dari dua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umu, kurang lebih 5 – 15 %.
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemiha, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998)
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI paa pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
Etiologi
Bakteri (Eschericia coli)
Jamur dan virus
Infeksi ginjal
Prostat hipertropi (urine sisa)
Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria terdiri atas, dua ginjal yang fungsinya membuang limbah dan substansi berlebihan dari darah, dan membentuk kemih dan dua ureter, yang mengangkut kemih dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) yang berfungsi sebagai reservoir bagi kemih dan urethra. Saluran yang menghantar kemih dari kandung kemih keluar tubuh sewaktu berkemih.
Setiap hari ginjal menyaring 1700 L darah, setiap ginjal mengandung lebih dari 1 juta nefron, yaitu suatu fungsional ginjal. Ini lebih dari cukup untuk tubuh, bahkan satu ginjal pun sudah mencukupi. Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya 21 % dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalang tangan. Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan ureter.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Kandung kemih bila sedang kosong atau terisi sebagian, kandung kemih ini terletak di dalam pelvis, bila terisi lebih dari setengahnya maka kandung kemih ini mungkin teraba di atas pubis. Peritenium menutupi permukaan atas kandung kemih. Periteneum ini membentuk beberapa kantong antara kandung kemih dengan organ-organ di dekatnya, seperti kantong rektovesikal pada pria, atau kantong vesiko-uterina pada wanita. Diantara uterus dan rektum terdapat kavum douglasi.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk sistem reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan. Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
a.Penyebaran endogen yaitu kontak langsung daro tempat terdekat.
b.Hematogen.
c.Limfogen.
d.Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :
Bendungan aliran urine.
1)Anatomi konginetal.
2)Batu saluran kemih.
3)Oklusi ureter (sebagian atau total).
Refluks vesi ke ureter.
Urine sisa dalam buli-buli karena :
4)Neurogenik bladder.
5)Striktur uretra.
6)Hipertropi prostat.
Gangguan metabolik.
7)Hiperkalsemia.
8)Hipokalemia
9)Agamaglobulinemia.
Instrumentasi
10)Dilatasi uretra sistoskopi.
Kehamilan
11)Faktor statis dan bendungan.
12)PH urine yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
Inflamasi, abrasi mukosa uretral, pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap, gangguan status metabolisme (diabetes, kehamilan, gout) dan imunosupresi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dengan cara mengganggu mekanisme normal.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi sistisis dan pielonefritis.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen. Infeksi dapat terjadi di satu atau di kedua ginjal.
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke dalam kandung kemih (refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gnoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tobulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kmih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai 25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah ; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3 %.
Macam-macam ISK :
1)Uretritis (uretra)
2)Sistisis (kandung kemih)
3)Pielonefritis (ginjal)
Gambaran Klinis :
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1)Mukosa memerah dan oedema
2)Terdapat cairan eksudat yang purulent
3)Ada ulserasi pada urethra
4)Adanya rasa gatal yang menggelitik
5)Good morning sign
6)Adanya nanah awal miksi
7)Nyeri pada saat miksi
8)Kesulitan untuk memulai miksi
9)Nyeri pada abdomen bagian bawah.
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
10)Disuria (nyeri waktu berkemih)
11)Peningkatan frekuensi berkemih
12)Perasaan ingin berkemih
13)Adanya sel-sel darah putih dalam urin
14)Nyeri punggung bawah atau suprapubic
15)Demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperihatkan gejala :
16)Demam
17)Menggigil
18)Nyeri pinggang
19)Disuria
Pielonefritis kronik mungkin memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi dapat juga menimbulkan hipertensi dan akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal.
Komplikasi :
4)Pembentukan Abses ginjal atau perirenal
5)Gagal ginjal
Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis
1)Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2)Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
Bakteriologis
1)Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
102 – 103 organisme koliform/mL urin plus piuria.2)Biakan bakteri
3)Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
Pengobatan penyakit ISK
a.Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
b.Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
c.Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
Data biologis meliputi :
1)Identitas klien
2)Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
1)Riwayat infeksi saluran kemih
2)Riwayat pernah menderita batu ginjal
3)Riwayat penyakit DM, jantung.
Pengkajian fisik :
1)Palpasi kandung kemih
2)Inspeksi daerah meatus
a)Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b)Pengkajian pada costovertebralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit
Mekanisme kopin dan system pendukung
Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga
1)Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2)Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
Diagnosa Keperawatan
a.Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.
b.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan ISK.
c.Nyeri yang berhubungan dengan ISK.
d.Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Perencanaan
Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
1)Tanda vital dalam batas normal
2)Nilai kultur urine negatif
3)Urine berwarna bening dan tidak bau
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra
Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
1)Klien dapat berkemih setiap 3 jam
2)Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
3)Klien dapat bak dengan berkemih
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
Nyeri yang berhubungan dengan ISK
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
1)Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.
2)Kandung kemih tidak tegang
3)Pasien nampak tenang
4)Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria hasil :
1)Klien tidak gelisah
2)Klien tenang
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

Pelaksanaan

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 2000)
Evaluasi
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah, mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1.Nyeri yang menetap atau bertambah
2.Perubahan warna urine
3.Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/28/askep-infeksi-saluran-kemih/




ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.


B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.

2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital

3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk


D. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

- Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

- Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien. - Pemeriksaan Fisik Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII. - Pemeriksaan Penujang • CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. • MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. • Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. • Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis • X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. • BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil • PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak • CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. • ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial • Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial • Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Penatalaksanaan Konservatif: • Bedrest total • Pemberian obat-obatan • Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) Prioritas Perawatan: 1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak 2. Mencegah komplikasi 3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal 4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga 5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi. Tujuan: 1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap 2. Komplikasi tidak terjadi 3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain 4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan 5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah: 1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. 2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. 3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak 4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma) 5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. 3. Intervensi a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak. Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator. Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal. Rencana tindakan : • Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik. • Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume. • Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas. • Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi. • Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. • Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator. b. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum. Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi Kriteria Evaluasi : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada. Rencana tindakan : • Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube. • Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum. • Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia. • Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum. c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial. Rencana tindakan : • Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran. • Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak. • Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit. • Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan. • Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan. • Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang. • Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien. • Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi). d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma) Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat. Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat. Rencana Tindakan : • Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien. • Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri. • Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan. • Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih. • Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan. e. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien. Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang Kriteri evaluasi : Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat. Rencana tindakan : • Bina hubungan saling percaya. • Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien. • Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. • Berikan dorongan spiritual untuk keluarga. f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi Rencana tindakan : • Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit. • Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan. • Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol. • Ganti posisi pasien setiap 2 jam • Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit. • Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali. • Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang. • Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam. • Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2. http://dezlicious.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_23.html ACNE VULGARIS Merupakan peradangan kronis dari folikel pilocebaceous (salah satu kelenjar pada kulit), disertai penyumbatan dan penimbunan keratin, ditandai dengan adanya komedo, pustula, nodula, dan kista. Penyebab Berbagai faktor. Penyebab acne sangat banyak (multifaktorial), antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebacea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya. Faktor Risiko Acne umumnya timbul pada pria maupun wanita menginjak masa pubertas, yaitu usia 15-19 tahun (90%). Gejala dan Tanda Pada acne dapat timbul komedo (sumbatan bahan tanduk dalam unit pilosebaseus); papula (komedo tertutup yang pecah); pustula (bentukan padat yang mengalami perlunakan pada puncaknya, dengan mengeluarkan nanah), nodul (dari komedo tertutup–penonjolan pada kulit yang lebih besar dari papula), dan jaringan parut. Penatalaksanaan Pengobatan secara umum meliputi : mencuci muka dengan sabun dua kali sehari–jangan berlebihan; menghindari pemakaian kosmetika yang berlebihan, menghindari makan kacang, coklat, minyak, mentega, dll (meskipun beberapa penelitian tidak menemukan korelasi antara makanan dan timbulnya acne). Untuk pengobatan berupa salep maupun antibiotika sebaiknya menghubungi dokter. http://www.blogdokter.net/2007/03/08/acne-vulgaris-jerawat/ Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Urolithiasis/Batu Ginjal Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih (urolithiasis), Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000). Insidens dan Etiologi Urolithiasis/Batu Ginjal Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik; Faktor intrinsik, meliputi: 1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. 2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Faktor ekstrinsik, meliputi: 1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. 5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Teori Terbentuknya Urolithiasis/Batu Ginjal 1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. 2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu. 3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih. Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: 1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. 2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. 3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. 4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. 5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH kurang dari 6, volume urine kurang dari 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. Patofisiologi Urolithiasis/Batu Ginjal Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal) Gambaran Klinik dan Diagnosis Urolithiasis/Batu Ginjal Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil. Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal. Penatalaksanaan Urolithiasis/Batu Ginjal Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka. Pencegahan Urolithiasis/Batu Ginjal Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah: 1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari 2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu 3. Aktivitas harian yang cukup 4. Medikamentosa Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah: 1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. 2. Rendah oksalat 3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria 4. Rendah purin 5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II Nursing Diagnosis/Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Urolithiasis/Batu Ginjal 1. Acute Pain Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler. 2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan. 3. Deficient Fluid volume Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi. 4. Deficient Knowledge Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_07.html COMBUSTIO ( LUKA BAKAR) Definisi Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Etiologi 1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) a. Gas b. Cairan c. Bahan padat (Solid) 2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn) 3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) 4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury) Fase Luka Bakar A. Fase akut. Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi. B. Fase sub akut. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: 1. Proses inflamasi dan infeksi. 2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional. 3. Keadaan hipermetabolisme. C. Fase lanjut. Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. Klasifikasi Luka Bakar A. Dalamnya luka bakar. Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan Ketebalan partial superfisial (tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung. Oedem minimal atau tidak ada. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah. Nyeri Lebih dalam dari ketebalan partial (tingkat II) - Superfisial - Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat. Jilatan api kepada pakaian. Jilatan langsung kimiawi. Sinar ultra violet. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri Ketebalan sepenuhnya (tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat. Nyala api. Kimia. Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas. Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua. Hitam. Merah. Tidak sakit, sedikit sakit. Rambut mudah lepas bila dicabut. B. Luas luka bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu: 1) Kepala dan leher : 9% 2) Lengan masing-masing 9% : 18% 3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4) Tungkai maisng-masing 18% : 36% 5) Genetalia/perineum : 1% Total : 100% C. Berat ringannya luka bakar Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. 2) Kedalaman luka bakar. 3) Anatomi lokasi luka bakar. 4) Umur klien. 5) Riwayat pengobatan yang lalu. 6) Trauma yang menyertai atau bersamaan. American Burn Association membagi dalam : 1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) : a) Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak. b) Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi. 2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) : a) Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak. b) Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi. 3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor): a) Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.. b) Tingkat III 10% atau lebih. c) Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum.. d) Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan. e) Luka bakar sengatan listrik (elektrik). f) Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya.. American college of surgeon membagi dalam: A. Parah – critical: a) Tingkat II : 30% atau lebih. b) Tingkat III : 10% atau lebih. c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas. B. Sedang – moderate: a) Tingkat II : 15 – 30% b) Tingkat III : 1 – 10% C. Ringan – minor: a) Tingkat II : kurang 15% b) Tingkat III : kurang 1% Patofisiologi Luka Bakar Eritrosit  Metabolisme ¯ anemia ­ Perubahan Nutrisi:Kurang Kebutuhan Glukoneogenesis ­ Glikogenolisis ­ Resiko Infeksi ­ Kebutuhan O2 ­ Luka Bakar Luas  Resiko Kerusakan Pertukaran Gas Aldosteron Sekresi adrenal ­ Depresi miokard/ MDF ­ Katekolamin ­ release­ Insufisiensi miokard Renal flow ¯ Vasokontriksi H2O loss ¯ cardiac output ¯ Retensi Na+  GFR Splenic flow ¯ hipovolemik Ggn perfusi jaringan. K+ loss Gagal ginjal Hipoksia hepar Asidosis Gagal hepar Gangguan Perfusi Jaringan Resiko Kekurangan Volume Cairan Nyeri Ansietas Kerusakan Mobilitas Fisik (Hudak & Gallo; 1997) Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu : 1. Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya. 2. Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis. 1. Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi. Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama pada semua area. Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma. 2. Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan. Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis. Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh. 3. Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis. Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight. Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar Perubahan Tingkatan hipovolemik ( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik (12 jam – 18/24 jam pertama) Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari Pergeseran cairan ekstraseluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi. Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis. Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium. Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi. Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas. Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia. Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif. Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik. Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Stres karena luka. Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi. Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison. Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic. CO menurun. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar A. Luka bakar grade II: 1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

Penatalaksanaan
Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc 1 – 3 tahun : BB x 75 cc 3 – 5 tahun : BB x 50 cc ½ à diberikan 8 jam pertama ½ à diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. D. Monitor urine dan CVP. E. Topikal dan tutup luka - Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. - Tulle. - Silver sulfa diazin tebal. - Tutup kassa tebal. - Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor. F. Obat – obatan: o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. o Analgetik : kuat (morfin, petidine) o Antasida : kalau perlu KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a) Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b) Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). c) Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d) Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. e) Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f) Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g) Nyeri/kenyamanan: Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h) Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i) Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). j) Pemeriksaan diagnostik: (1) LED: mengkaji hemokonsentrasi. (2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. (3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. (4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. (5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. (6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap. (7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. (8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. 2. Diagnosa Keperawatan Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah : 1. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler. 2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah. 3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema. 4. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni. 5. Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak. 6. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar. 7. Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit. 8. Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme. 9. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur. 10. Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik Klien luka bakar mungkin dapat terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut : 1. Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga atau yang lain. 2. Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis. 3. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan pengendalian. 4. Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang tidak diketahui. 5. Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu banyak. 6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain. 7. Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum, genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam gambaran diri (body image). 8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan yang gaduh. 9. Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam penampilan fisik. 10. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat. 11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pengaruh luka bakar. Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada. 2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan. 3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. 4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi. 5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. 6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. 7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. 8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. 9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). 10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri. 11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi DAFTAR PUSTAKA Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328. Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779. Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. EKSTUBASI Ekstubasi Definisi ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukkan intubasi. A. Tujuan Ekstubasi 1. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma. 2. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi. (9) B. Kriteria Ekstubasi Kriteria ekstubasi yang berhasil bila : 1. Vital capacity 10 – 15 ml/kg BB 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O 3. PaO2 diatas 80 mm Hg 4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil 5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot 6. reflek jalan napas sudah kembali (batuk, gag) dan penderita sudah sadar penuh. (16) C. Pelaksanaan Ekstubasi Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga mulut efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate. Melakukan pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun diperlukan untuk membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan, lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka. Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme laring. Sesudah dilakukan ektubasi, pasien hendaknya diberikan oksigen dengan sungkup muka bila perlu rongga mulut dilakukan pembersihan kembali. Sebelum dan sesudah ektubasi untuk menghindari spsme laring., ekstubasi dilakukan pada stadium anestesi yang dalam atau dimana reflek jalan sudah positif. Napas sudah baik. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Spasme laring dan batuk dapat dikurangi dengan memberikan lidokain 50 – 100 mg IV (intra vena) satu menit atau dua menit sebelum ektubasi. Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan kebanyakan disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit dikempiskan, pasien mngigit pipa endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila ada sianosis, hal ini disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adequate atau pernapasan susah dikontrol dengan menggunakan sungkup muka pada pembedahan penuh ekstubasi napas. Pasien dengan lambung penuh ekstubasi dilakukan apabila pasien sudah bangun atau dilakukan ekstubasi pada posisi lateral. Pada pembedahan maxillofacial daerah jalan napas bila perlu dipertimbangkan untuk melakukan trakheostomy sebelum ekstubasi. Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate pipa hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang pulih dengan bantuan napas terus menrus secarra mekanik sehingga adequate. D. Pengisapan Trakhea Pengisapan orotrakheal atau nasotrakheal hanya dilakukan apabila pada auskultasi terdengar adanya bunyi yang ditimbulkan oleh retensi sekret dan tidak dapat dibersihkan dengan batuk. Pengisapan trachea sebaiknya tidak dilakukan sebagai pencegahan atau secara rutin. Hal ini menyebabkan iritasi mekanisme oleh kateter selama pengisapan trachea, serta dapat pula menyebabkan trauma pernapasan, dan hal ini merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Selain itu pengisapan trachea atau karina oleh kateter dapat menimbulkan reflek vagal, dapat berupa bradikardi dan hipotensi. Pengisapan trachea juga dapat menimbulkan hipoksemia karena aspirasi gas pada paru-paruyang menyebabkan penutupan “small air way” kolapnya dan alveoli. Hipoksemia selama pengisapan trachea dapat dikurangi dengan cara : 1. Pemberian oksigen 100% sebelum pengisapan. 2. Diameter kateter pengisap tidak lebih dari setengah diameter trachea. 3. Lama pengisapan tidak lebih dari 15 detik. 4. Setelah melakukan pengisapan, dilakukan pemompaan secara manual untuk mengembangkan alveoli kembali. (14) E. Penyulit Ekstubasi Hal-hal yang dapat terjadi setelah sektubasi : 1. Spasme laring 2. Aspirasi 3. Edema laring akut karena trauma selam ekstubasi Penyulit lanut setelah dilakukan ekstubasi : 1. Sakit tenggorokan 2. Stenosis trachea dan trakheomolasia 3. Radang membran laring dan ulserasi 4. Paralisis dan granuloma pita suara 5. Luka pada sarap lidah. (21) F. Penilaian Hipoksemia Hipoksemia paksa bedah yang terjadi pada pasien angat sulit terdiagnosa atau dinilai secara klinik. Terutama sionosis sukar diketahui dan tidak mungkin menilai kuantitasnya. Takhicardi sulit dipakai sebagai indicator dari hipoksia, irama pernapasan yang dalam tidaak seluruhnya dapat membantu, pernapasan yang lambat dan dangkal dapat mengakibatkan depresi pusat pernapasan oleh narkotik, dari frekuensi tidak bisa sebagai jaminan untuk mengetahui hipoksemia pada masa pembedahan pengukuran oksigen arteri dapat dipercaya untuk mengetahui keadaan dan nilai status hipoksia. Dengan menggunakan monitor pulse oksimeter untuk mengetahui satrurasi oksigen sangat diutamakan penggunaannya terutama pada fase awal paksa bedah. Penilaian dari analisa gas darah juga diperlukan dan mungkin lebih tepat pemerriksaannya pada fase lanjut, nilai dari analisa tersebut sebagai gambaran klinik prediksi pemeriksaan dimana pulse oksimeter yang menetap. Standar analisa gas darah selama anestesi jangan dijadikan patokan pada paksa anestesi,d an pemeriksaan gas darah sebainya dilakukan di ruang pulih. Dengan penggunaan pulse oksimeter sangat mudah utnuk mengetahui hipoksemia secara dini. (2, 15, 22) Pulse oksimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kejenuhan HbO2 pada pembuluh darah tepi secara elektro-fotometrii. Pengindera alat ini biasanya diletakkan pada jari atau daun telinga. Prinsip dasar kerja alat ini adalah membandingkan penyerapan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu oleh HbO2 dengan Hb total (HbO2 + Hb). Pada alat ini digunakan cahaya dengan dua panjang gelombang yang berbeda, yaitu dengan panjang gelombang dimana molekul HbO2 dan Hb mempunyai nilai penyerapan yang sama (850 nm) dan cahaya dengan panjang gelombang dimana molekul HbO2 dan Hb mempunyai nilai selisih penyerapan terbesar (660 nm) dimana perbandingan nilai penyerapan oleh dua molekul ini diketahui. Pada pulseoksimeter peneyrapan cahaya yang dipancarkan ini disebabkan oleh dua unsure yaitu jaringan ketebalan (ketebalan dan pigmentasi) yang merupakan komponen statis darah arterial yang berdenyut merupakan komponen pisatil. Rangkaian elektronik pada alat ini dirancang utnuk mampu membedakan antara cahaya yang diserap oleh komponen statis dengan cahaya yang diserap oleh komponen pulsatil, pada kedua panjang gelombang diatas dan hanya komponen pulsatil yang ditampilkan oleh alat ini. Perbandingan komponen pulsatil pada kedua panjang gelombang cahaya diatas dibandignkan secara imperis dengan pemriksaan SaO2 yang dilakukan secara invasif sehingga nilai SaO2 pada pulse oksimeter tidak memerlukan kalibrasi. (8, 25) Pulse oksimeter mempunyai keungulan karena mudah digunakan, non invasive, respon cepat mampu menilai keutuhan penyaluran oksigen mulai dari sumbernya sampai jaringan dan tidak dipengaruhi oelh pigmentasi kulit selain dari pada itu ia memiliki ketepatan yang cukup tinggi. Kekurangannya adalah pengukuran yang tidak tepat apabila perfusi jaringan rendah, adanya cahaya luar yang ikut terukur, adanya gerakan tubuh, adanya figmen dalam darah misalnya metelin biru dan bilirubin, kadar met-Hb dan karbo Hb yang tingi : selain dari pada itu karena bentuk kurva disosiasi oksigen maka perubahan PaO2 yagn besar hanya sedikit merubah SaO2 selama PaO2 berada diatas 75 mmHg dan apabila PaO2 berada dibawah 75 mmHg perubahan PaO2 yang besar, secara kasar dapat dipegang sebagai patokan pada SaO¬2 90% - 75% maka PaO2  SaO2 – 30. (4) Penggunaan pulse oksimeter bermanfaat saat melaksanakan anestesi apabila terjadi perubahan saturasi selama pemulihan dan kejadian hipoksemia dapat ditegakkan secara dini, pada paska bedah sampai beberapa hari setelah pembedahan. (1, 6, 23, 26) Kriteria hipoksemia : saturasi oksigen (SpO2) 86 –90% hipoksemia ringan, SpO2 81 – 85% hipoksemia sedang, SpO2 < 81 hipoksemia berat. (9) G. Hipoksemia Paska Bedah Hipoksemia paska bedah dapat di difinisikan penurunan kadar oksigen dalam darah setelah pembedahan dimana SaO2 kurang dari 90%. Pada keadaan tersebut terjadi hipoksi jaringan. Hal ini merupakan komplikasi yang serius pada paska bedah setelah anestesi umum. Pada paska bedah hipoksemia dibagi dua fase: Fase awal terjadi dimana setelah obat anestesi dihentikan sampai dikirim keruang pulih dan fase lanjut dimana terjadi satu minggu setelah pembedahan. (12) Fase awal paska bedah terjadi hipoksemia Masalah pernapasan harus dilihat terlebih dahulu, guna mencegah komplikasi yang serius, terutama pada keadan obesitas, pasien dengan usia lanjut, perokok, dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Obesitas Pasien dengan obesitas sering terjadi kesulitan selama pembedahan dan paska bedah (Schwartz 1995) diperkirakan sulit mengatur jalan napas, begitu juga dalam melakukan intubasi. Dihubngkan dengan penyakit kardiovaskuler, hipoksemia kronis menyebabkan terjadinya retriksi diafragma dan perubahan FRC (Fungsional Residual Capasiity) dan VC (Vital Capasity), (Berrera et al 1967) dan hal tersebut bisa meningkat kejadiannya pada paska bedah (Marshell and Melville 1972), Couture et al 1970), penutupan jalan napas dan sakit otot (Alexander et al 1973). Pada paska bedah dengan hipoksemia lebih sering terjadi pada pasien obesitas (Garibeldi et al 1981). Perawatan pasien selama pemulihan sampai beberapa hari paska bedah perlu dianjurkan secara terus menerus untuk memantau pasien, dengan memeprhatikan jalan napas dan pola pernapasan itu sendiri. Perubahan posisi berbaring ke posisi duduk tidak diperlukan utnuk emngatur pergerakan dioafragma pada apsien dengan berat badan < 100 kg. Tetapi hendaknya dianjurkan bernapas secara teratur bila ada hipoksemia ringan pada fase awal paska bedah dan perawatan yang intensif. Penggunaan morfin dan atropin yang terus menerus dapat menyebabkan depresi napas dan keekringan. Umur Meningkatnya usia cenderung mudah terjadi penutupan jalan napas dan terjadi perubahan pada muskuloskeletal. PaO2 cenderung menurun menjadi < 8,4 kPa pada usia 70 tahun. (Marshall and Millar 1965, Jones 1982) hal ini juga berhubungan dengan adanya penyakit kardiovaskuler, oleh karena edema paru dan pneumoni. Terjadinya apneco dan reaksi obat opiat sulit diperkirakan (Arunasalam et al 1983). Perokok Terjadinya komplikasi paska bedah terhadap paru pada pasien perokok cenderung meningkat (Morton 1984). Perubahan pada paru (jalan napas, penurunan volume, FRC) (Borrow et al 1977, Buist et al 1981) hal ini terlihat pada psien perokok. Pada pra bedah dianjurkan untuk berhenti merokok guna mengembalikan fungsi paru secara perlahan. Bronchorea sering terjadi dua sampai tiga hari setelah dihentikan merokok sehingga batuk yang produktif dapat diturunkan. Penyakit Kardiopulmonal Kecenderungan penyebab terjadinya infeksi paru pada paska bedah berhubungan dengan obtruksi kronis jalan napas (Geribeldi et al 1981). Fisioterapi dan bronhodilator bersama dengan obat mukolotik yang digunakan pada pra bedah dapat menghasilkan keadaan yang optimum. Banyaknya sekret pada pasien bronchitis kronis berhubungan dengan menyempitnya jalan napas sehingga terjadi atelektasis. Tetapi dengan epgnobatan yang terus menerus akan dapat dikurangi terjadinya komplikasi. Penyakit kardiopulmunum akibat skunder dari penyakit kronik seperti bronchitis, episema, obesitas dan emboli dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (Fisman 1966). Penyempitan karenaparu akan meningkatkan tahanan vaskuler paru sehingga menurunkan kemampuan terapi oksigen untuk menghindari sianosis dan juga pada penggunaan ventilator. Vasodilator seperti nitroprusside dan netrogliserin serta diuretic dapat digunakan apabila pasien diperkirakan adanya gagal jantung. Pada bedah efektif apabila terdapat infeksi jalan napas hendaknya ditunda terlebih dahulu, sebab dapat meningkatkan resiko paska bedah. Radang faring dan laring akut akan meningkatkan sensitifitas sehingga cederung terjadi spasme laring. Gangguan filtrasi nasal dan reflek jalan napas terhadap kotorran yang masuk akan terganggu selama dilakukan pembersihan jalan napas, dan hal itu juga bisa dikarenakan gangguan mokolitik juga bisa disebabkan dehidrasi, obat atropin dan pengaruh penggunaan konsentrasi oksigen yang tinggi. Infeksi pernapasan yang kronis pad apra bedah perlu dilakukan pengobatan sehingga mencapai kondisi yang optimal, dengan penggunaan antibiotik dapat menurunkan morbiditas. Kehati-hatian penilaian tentang penilaian pra bedah sangat penting (Brendly et al 1982, Gothart and Branthwaite 1982). Secara umum meliputi PaO2 dimana lebih penting dari epngingkatan nilai PaO2 terutama selama pembedahan torakotomi. Gangguan fungsi paru akibat suatu penyakit, dapat merubah nilai yang dapat digunakan dalam pengetesan fungsi paru. Pada pasien yang mempunyai resiko, hendaknya pengukuran fungsi paru harus selalu dilakukan seperti table 1 apabila dicurigai mempunyai kelainan fungsi paru guna menghindari komplikasi paska bedah. (17) Table 1.1 Laboratory abnormalities that correlate with hign risk caused by pulmonary dysfunction. Fuction Value Maximum voluntary ventilation (MVV) Pa CO2 Forced expiratory volume (FEV1) Forced expiratory flow (FVC) Forced vital capacity (FVC) ECG Pa O2 Maximum expiratory flow rate (MEFR) < 50% predicted or < 50 /1/min .> 45 torr
< 0,5 L 25 – 75% < 0,66L < 1 L bnormal < 55 < 100 L / min Fase lanjut paska bedah terjadi hipoksemia Pada masa ini terjadinya hipoksemia suatu hal yang umum terjadi, yang dapat disebabkan oelh berbagai factor : mekanisme ventilasi abnormal, gangguan pertukaran gas dan gangguan pusat pernapasan. Mekanisme Ventilasi Abnormal Pada paskka bedah mekanisme ventilasi abnormal sering terjadi dan dapat menimbulkan hipoksemia yang ditandai dengan penurunan VC dan FRC. FRC normal kembali pada minggu pertama sampai minggu kedua dan untuk VC setelah minggu ke tiga paska bedah. Pembedahan daerah abdormal dan dada, rasa sakit, cenderung menurunkan pergerakan dada. Rasa sakit jikga tidak ditanggulangi akan menurunkan FRC, dan hal tersebut bisa juga disebabkan oleh menyempitnya jalan napas serta pada pasuien yang tidak bisa batuk dimana hal tersebut akan menyebabkan retensi sekret dan atelektasisi. (24) Gangguan Mekanika Pertukaran Gas Gangguan mekanika pertukaran gas pada fase lanjut paska bedah sulit diketahui, sehingga hal ini akan menurunkan FRC. Gangguan Pusat Penapasan Pemberian narkotik paska bedah untuk mengjhilangkan rasa sakit sering menimbulkan komplikasi, depresi napas, seprti morfin dapat menimbulkan depresi napas melebihi 7 jam, edangkan fentanil tidak, tetapi pernah dilaporkan dapt terjadi depresi setelah pemberian intrevena hal ini disebabkan meningkatnya kadar obat dalam plasma karena efek dari “Biphassic”, sehingga pemberian kedua utnuk fentanil dapat menimbulkan respon terhadap pernapasan seperti hiperkarbia secara menetap dan lama. Pemberian barkotik intratekal dan epidural bisa terjadi depresi napas karena migrasi obat melalui cairan serebrospinalis, hal itu juga bisa meibulkan kolap kardiovaskuler dan koma. Utnuk mengembalikan efek ini dapat diberikan nalokson. Sehingga akhir-akhir ini paska bedah fase lanjut perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya hipoksemia. (14, 17, 23) Dengan adanya pulse oksimeter hal ini memungkinkan untuk memonitor saturasi oksigen secara terus menerus selama 2 – 6 hari pada paska bedah juga berukuran bidal volume, frekuensi napas dan analisa gas darah. Umumnya serangan hipoksemia terjadi pada malam hari, dimana pasien sedang tidur yangberkisar  40 detik. Serangan apneo bisa disebabkan secara sentral atau karena sumbatan jalan napas, dan hal ini lebih sering terjadi. Sebaiknya dilakukan kontrol pernapsan jika hal itu terjadi dan umumnya sering tidak diketahui. (17) Nalokson sering diberikan bila terjadi depresi napas oleh narkotik. Tetapi bisa menimbulkan depresi napas jika obat nerkotik yang telah diebrikan mempunyai efek yang sama dengan nalokson. 1. Penatalaksanaan Hipoksemia Paska Bedah Terapi Oksigen Setelah pengakhiran obat anestesi, oksigen harus diberikan 100% selama 10 menit, jika oksigen yang diberikan kurang dari 100% cenderung bisa terjadi hipoksemia pada fase awal paska bedah dan pemberian oksigen dilakukan secara terus menerus. Selama pengiriman pasien dari kamar operasi ke ruang pulih dan juga berada selama diruang pulih harus dilakukan monitoring saturasi utnuk mengetahui adanya hipksemia. Cara epnggunaaan pulse oksimeter harus diketahui oelh perawat yang berada diruang pulih dan harus berpengalaman. Jika diduga pasien mempunyai resiko, monitor dilakukan secara terus menrrus dengan pulse oksimeter dan hal ini biasanya dijadikan standar perawatan. (5) Setelah pasien boleh keluar dari ruang pulih, 24 jam pertama harus diberikan oksigen, tetapi jika pasien mempunyai resiko hipoksemia, hendaknya diberikan oksigen selama 3 – 4 nhari serta dilakukan monitor penggunaan oksigen, pemeriksaan analisa gas darah, atau dilakukan monitor dengan pulse oksimeter. Jika terjadi hipoksemia yang menetap dilakukan terapi oksigen. Pemberian terapi oksigen yang tebaik, adalah melalui sungkup muka 4 liter/menit. (Such as MC or Hudson) pengiriman pasien, selama berada di ruang pulih, bisa lewat kanula hidung 3 – 4 liter/menit, dengan konsentrasi oksigen < 50% tetapi cara ini tidak stabil. Jika penggunaan oksigen lama, konsentrasi sebaiknya < 50% dan hal ini masih dapat diadaptasi tanpa menimbulkan efek yang erius, asalkan oksigen yang dihisap tetap steril. (26) Pemberian oksigen > 30% tidak diperlukan, sebab bisa memnimbulkan gangguan filtrasi udara pada hidung sehingga bisa terjhadi atelektasis, dan terjadi penurunan hipoksik paru karena vasokontriksi vena paru. Konsentrasi oksigen yang tinggi diperlukan apabila terjadi hipksemia, tetapi perlu juga dipertimbangkan karena efek pemebrian oksigen dengan konsentrasi tinggi dapat dterjadi pulmonary shunt.
Tetapi jika terjadi keadaan yang membahayakan pada pasien, terapi oksigen harus diebrikan terus menerus sebagai tambahan.
Perbaikan hypoventilasi
Paska bedah pernapasan ha4rus dijamin adequate dan spontan, serta hipoksemia harus dihindarkan. Penyebab lain dari hipoksemia, bisa secara sentral atau diebabkan oleh pelemas otot dan hal ini harus ditanggulangi. Neostigmin tidak perlu diebrikan jika pernapasan sudah mulai spontan.
Ventilasi mekanik harus diberikan jika efek pelemas otot masih ada, tetapi jika terjadi potensiasi oleh penyebab lainnya, maka hal tersebut harus diperbaiki sebelum memberikan obat.
Meningkatkan volume paru
Tujuan penatalaksanaan hipoksemia paska bedah adalah untuk meingkatkan FRC dan mencegah atelektasis. Fisioterapi pernapasan paska bedah untuk mengembangkan ekmampuan fungsi paru. Prosedur sederhana yang dapat digunakan jika pasien sudah baik, dilakukan perubahan posisi berbaring ke posisi duduk dengna tujuan mengembangkan volume paru dan PaO2. Jika terjadi hipoksemia karena kontriksi bronchus hendaknya diebrikan obat teofilin seacara IV. (4, 5)
Berbagaimacam cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan fungsi paru seperti : Intermittrnt Positive Pressure Breathing (IPPB) dengan sungkup muka, penggunaan spirometry, fisioterapi pernapasan dan Continue Positive Air Way Pressure (CPAP).
Spiratory umumnya digunakan utnuk mengukur kemampuan inpirasi dan ekpirasi, dan akhir-akhir ini spirometry dan IPPB di Amerika sering digunakan tanpa menimbulkan keadaan yang banyak membahayakan dalam pelaksanaannya. Tujuan penggunaan spirometry dan IPPB adalah utnuk memperbaiki keadan hipoksemia. Tetapi penggunaaan alat tersebut keadaan yang lebih buruk. Penggunaan CPAP dsan sungkup muka dapat meningkatkan FRC, tetapi hal tersebut pada pasien dengan kondisi lemah cenderung terjadi komplikasi dan teknik penggunaannya harus dilakukan oleh oran gyang berpengalaman dan pelaksanaannya pada pasien yang sudah bangun dan kooperatif, serta tidak dianjurkan pada pasien fase awal paska bedah. (6)
Oksigen Delivery
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa rendahnya oksigen yang diberikan akan menurunkan PaO2. Pada paska bedah penurunan CO2 karena hipovolemia, aritmia jantung, depresi jantung dan peningkatan tahanan perifer, semua itu harus diperhatikan dan diperbaiki sesuai penyebabnya dan juga penatalaksanaan pada pasien yang menggigil, penurunan kesadaran dan penyebab lainnya jika terjadi peningkatan kebutuhan oksigen



CANCER COLORECTAL


Kanker dalam usus halus sangat jarang dan tidak dibahas dalam teks ini. Kanker colon dan rektum bagaimanapun kanker ini di USA terjadi paling banyak diantara laki-laki dan perempuan dan diantara keduanya ditetapkan secara bersama-sama (American Cancer Society / ACS 1998)
Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 )
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker colorektal.

1. Patofisiologi
Perubahan Patologi
Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian ( Sthrock 1991 a ) :
• 26 % pada caecum dan ascending colon
• 10 % pada transfersum colon
• 15 % pada desending colon
• 20 % pada sigmoid colon
• 30 % pada rectum
Gambar dibawah ini menggambarkan terjadinya kanker pada sigmoid dan colon kanan dan mengurangi timbulnya penyakit pada rektum dalam waktu 30 tahun ( Sthrock ).
Karsinoma colorektal sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat.Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
- Kelenjar Adrenalin
- Ginjal
- Kulit
- Tulang
- Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

2. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
 Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
 Pembentukan abses
 Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
3. Etiologi
Penyebab dari pada kanker colorektal tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar ( Tabel 56-1 ). Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).
Tabel 56-1. Makanan yang menyebabkan resiko terhadap Ca Colorektal :

Makanan yang harus dihindari :
- Daging merah
- Lemak hewan
- Makanan berlemak
- Daging dan ikan goreng atau panggang
- Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
- Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
- Butir padi yang utuh
- Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor colorektal menghasilkan adenoma,faktor utama yang membahayakan terhadap kanker colorektal menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma colorektal : tubular,villous dan tubulo villous ( akan di bahas pada polips ).Meskipun hampir besar kanker colorektal berasal dari adenoma,hanya 5% dari semua adenoma colorektal menjadi manigna,villous adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna.
Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum.Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai ucerative colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker colorektal. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker colorektal akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut
4. Kejadian.
Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker colorektal pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama (ACS 1993). Sebagian besar klien pada kanker colorektal mempunyai frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki.
5. Alternatif Transcultural.
Kejadian Ca colorektal pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki afrika dan amerika.Kejadian yang lebih besar terjadi terhadap kanker ini terjadi di daerah industri bagian barat dansebagian jepang firlandia dan afrika ini adalah pemikiran yang berhubungan dengan diet. Daerah yang penduduknya mengalami kejadian yang rendah terhadap Ca colon mempunyai diet tinggi terhadap buah-buahan,sayuran,ikan dan sebagian kecil daging.

COLABORATIF MANAGEMENT
PENGKAJIAN
1.Sejarah
Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
1. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
2. Radang usus besar
3. Penyakit Crohn’s
4. Familial poliposis
5. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .

2. Pemeriksaan fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi adalah :
• Perdarahan pada rektal
• Anemia
• Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya (tetapi bisa tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
• teraba massa
• pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
• perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.

3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.

4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan (ibu profen) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.

ANALISIS
1. Diagnosa keperawatan utama
.Pasien dengan tipe Ca colorektal mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini:
a. Resiko tinggi terhadap luka s.d efek dari tumor dan kemungkinan metastase.
b. Ketidakefektifan koping individu s.d gangguan konsep diri.
2. Diagnosa keperawatan tambahan
a. Nyeri s.d obstruksi tumor pada usus besar dengan kemungkinan menekan organ yang lainnya.
b. Gangguan pemeliharaan kesehatan s.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan.
c. Ketidakefektifan koping keluarga : Kompromi s.d gangguan pada peran, perubahan gaya hidup dan ketakutan pasien terhadap kematian.
d. Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh s.d program diagnosa.
e. Ketakutan proses penyakit
f. Ketidakberdayaan s.d penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya.
g. Gangguan pola sexual s.d gangguan konsep diri.

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
RESIKO TINGGI TERHADAP LUKA
Perencanaan : Tujuan Klien. Tujuan untuk klien adalah :
a. Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup.
b. Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup.
c. Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk metastase.
Intervensi :
Pembedahan biasanya pengobatan untuk tumor di kolon atau rektal.Tetapi radiasi dan kemoterapi mungkin juga digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker.
Pelaksanaan tanpa pembedahan.
Tim medis dapat menilai kanker tiap pasien untuk menentukan rencana pengobatan yang baik dengan mempertimbangkan usia, komplikasi penyakit dan kualitas.
Terapi radiasi
Persiapan penggunaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Terapi ini dapat menyebabkan kesempatan yang lebih banyak dari tumor tertentu, yang mana terjadi fasilitas reseksi tumor selama pembedahan.
Radiasi dapat digunakan post operatif sampai batas penyebaran metastase. Sebagai ukuran nyeri, terapi radiasi menurunkan nyeri, perdarahan, obstruksi usus besar atau metastase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit.
Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan memperlihatkan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk menurunkan efek samping dari terapi .
Kemoterapi
Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal kecuali batas tumor pada anal kanal. Bagaimanapun juga 5 fluorouracil (5-FU,Adrucil) dan levamisole (ergamisol) telah direkomendasikan terhadap standar terapi untuk stadium khusus pada penyakit (contoh stadium III) untuk mempertahankan hidup. Kemoterapi juga digunakan sesudah pembedahan untuk mengontrol gejala-gejala metastase dan mengurangi penyebaran metastase. Kemoterapi intrahepatik arterial sering digunakan 5 FU yang digunakan pada klien dengan metastasis liver.
Manajemen pembedahan
Reseksi kolon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan terhadap Ca kolorektal.
Reseksi kolon
Tipe khusus terhadap reseksi dan keputusan untuk membuat kolostomi sementara atau permanen tergantung pada :
- Lokasi dan ukuran tumor
- Tingkat komplikasi (contoh obstruksi atau perforasi)
- Kondisi klien
Reseksi kolon melibatkan pemotongan pada bagian kolon dengan tumor dan meninggalkan batas area dengan bersih.
Perawatan Pre operatif
Perawat membantu klien untuk menyiapkan reseksi kolon dengan mempertegas keterangan dari dokter terhadap prosedur rencana pembedahan. Klien menanyakan kepastian tentang kemungkinan perubahan yang terjadi pada anatomi dan fisiologi setelah pembedahan sebelum evaluasi pembedahan tumor dan kolon, dokter mungkin tidak dapat menentukan apakah kolostomo diperlukan sementara atau permanen. Jika ini sebuah penyakit dokter memberikan pertolongan pada klien tentang kemungkinan kolostomi. Ketika dokter memastikan kolostomi akan diperlukan, klien bertanya tentang kolostomi sebelum pembedahan. Jika kolostomi pasti direncanakan, perawat mengkonsulkan terapi enterostomal untuk menasehati penempatan ostomi yang optimal dan mengintruksikan kepada klien tentang fungsi umum ostomi dan rasionalnya. Terapi enterostomal adalah perawat yang recatat mempunyai latihan spesialisasi yang lengkap dan disahkan dalam perwatan ostomi.
Tidak berfungsinya alat sexual adalah suatu masalah yang potensial untuk laki-laki dan wanita yang mengalami Ca bedah rektal.Pembicaraan dokter ini tentang resiko terhadap klien,dan yang mendukung klien dalam usaha ini.Perawat mempersiapkan klien untuk bedah abdomen dengan anestesi umum.
Jika usus tidak obstruktif atau perforasi,rencananya adalah bedah elektif. Klien menerima dengan sungguh-sungguh pembersihan dari usus, atau “persiapan pembersihan usus”, untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya komplikasi, untuk persiapan pembersihan usus klien mengintruksikan untuk menentukan diet mereka untuk membersikan cairan cairan 1-2 hari sebelum pembedahan. Pembersihan mekanik akan sempurna dengan pencuci perut dan pemasukan cairan ke dalam poros usus atau dengan melavement seluruh isi perut. Untuk melavement seluruh isi perut, kuantitas besar makanan klien pada sodium sulfat dan poliyethilene glycol solution. Solusi yang melebihi kapasitas absobsi pada usus kecil dan colon bersih dari feces. Untuk mengurangi bahaya infeksi, para ilmuwan memberikan antibiotik oral atau intravena untuk di berikan pada hari sebelum pembedahan
Prosedur Operatif
Ahli bedah membuat insisi dalam perut dan memeriksa rongga abdomen untuk menentukan letak reseksi dari tumor tersebut. Bagian dari colon dengan tumor adalah menghilangkan dan terkhir membuka dua pada usus yang di irigasi sebelum hubungannya dengan colon. Jika hubungan ini tidak dapat dijalankan karena lokasi pada tumor atau kondisi pada usus.( Contoh inflamasi) ,kolostomi meningkat. Ahli bedah membuat colostomi dengan membuat pembukaan dalam lubang. Pada kolon ( Lubang kolostomi ) atau dengan membagi kolon dan terakir membawa keluar satu ( Akhir terminal kolostomi ), sisa setoma adalah sisa lubang menjahit luka untuk kulit pada abdomen. Kolostomi mungkin dapat meningkat pada kolon ascending,transversum,descending atau kolon sikmoit
Prosedur Hartman sering kali di lakukan ketika kolostomi sementara yang menghendaki untuk istirahat dan beberapa bagian usus. Kolon proksimal di gunakan untuk membuat kolostomi. Ahli bedah menjahit ujung distal dari kolon dan tempat dalam rongga abdomen atau eksterior pada mucus fitula.
Perawatan post operatif
Klien yang mempunyai kerusakan kolon tanpa menerima perawatan kolostomi sejenis, untuk klien yang menderita sedikit bedah abdomen.
Pasien yang mempunyai kolostomi dapat kembali dari pembedahan dengan sebuah sistem kantung ostomi pada tempatnya. Bila tidak ada sistem kantung pada tempatnya, Perawat meletakkan pembalut petrolatum tipis pada seluruh setoma untuk menjaganya untuk tetap lembab. Kemudian, stoma ditutup dengan pembalut steril yang kering. Perpaduan dengan terapi enterostomal (ET), perawat meletakkan sistem kantung sesegera mungkin. Sistem kantung kolostomi membuat lebih nyaman dan pengumpulan feces lebih bisa di terima dari pada dengan pembalutan.
Perawat mengobserfasi untuk :
- Nekrosis jaringan
- Perdarahan yang tidak biasa
- Warna pucat, yang mengindikasikan kurang sirkulasi
Stoma yang sehat berwarna merah muda-kemerahan-dan lembab. Sejumlah kecil perdarahan pada stoma adalah biasa tetapi perdarahan lain dilaporkan pada dokter bedah. Perawat juga secara berfrekuensi memeriksa sistem katung untuk mengetahui kondisinya tetap baik dan tanda-tand kebocoran.
Colostomi harus mulai berfungsi 2 – 4 hari setelah operasi. Ketika colostomi mulai berfungsi , kantung perlu dikosongkan secara berfrekuensi untuk menghilangkan gas yang terkumpul. Kantung harus di kosongkan bila sudah 1/3 –1/2 nya sudah penuh feces. Feces berbentuk cair sesudah operasi, tetapi menjadi lebih padat, tergantung pada di mana stoma diletakkan pada kolon. Sebagai contoh feces dari kolostomi dalam kolon bagaian atas yang naik adalah cair, feces di kolostomi dalam kolon melintang berbentuk pasta (mirip dengan feces seperti biasanya yang dikeluarkan dari rektum).
Aspek penting yang lain dari kolostomi adalah perawatan kulit. Barier pelindung di letakkan pada kulit sebelum kantung di pasang. Perawat mengamati kulit di sekitar stoma, untuk kulit kemerahan atau kerusakan kulit dan memberitahukan pada dkter atau ahli terapi atau fisik bila terjadi iritasi kulit.
Pemindahan Abdominal – Perineal
Bila ada tumor rektal, struktur pendukung rektum dan rektal dapat perlu di pindahkan. Pemindahan abdominal perineal biasanya membutuhkan kolostomi yang permanen untuk evaluasi. Bagaimanapun dengan improfisasi pada teknik pembedahan, banyak pasien dapat menjalani pemindahan kolon dengan spincter rektal dibiarkan utuh. Dengan demikian kebutuhan kolostomi dapat di hindari.
Perawatan pra operasi
Perawatan pra operasi untuk pasien yang menjalani pemindahan A/P sama dengan yang diberikan pada pasien yang menjalani pemindahan kolon (lihat bagian awal).


Prosedur Operasi
Dokter bedah membuka kolon sigmoit, kolon rekto sigmoid, rektum dan anus melalui kombinasi irisan pada abdominal dan perineal. Di buat akiran yang permanen dari kolostomi sigmoid.
Perawatan pasca operasi
Perawatan pasca operasi setelah pemindahan A/P adalah sama dengan perawatan yang diberikan setelah pemindahan kolon dengan pembuatan kolostomi sigmoid. Perawat bekerja sama dengan dokter ET untuk menyediakan perawatan kolostomi dan pasien serta pendidikan untuk keluarga.
Ada 3 metode dalam pembedahan untuk menutup luka :
• Luka dibiarkan terbuka, kasa diletakkan pada luka, dibiarkan pada tempatnya selama 2-5 hari. Bila ahli bedah melakukan pendekatan ini, irigasi luka dan kasa absorben digunakam sampai tahap penyembuhan.
• Luka dapat sebagian saja ditutup karena penggunaan jahitan luka atau bedah penrose yang diletakkan untuk pengeringan cairan yang terkumpul didalam luka.
• Luka dapat ditutup seluruhnya , kateter diletakkan melalui luka sayatan sepanjang sisi luka perineal dan dibiarkan selama 4-6 hari. Satu kateter digunakan untuk irigasi luka dengan salin isotoni yang steril dan kateter yang lain dihubungkan pada pengisapan yang bawah.
Pengeringan dari luka parineal dan rongga perut adalah penting karena kemungkinan infeksi dan pembentukan abses. Pengeringan copius serosa nguineous dari luka perineal adalah diharapkan penyembuhan luka perineal dapat memerlukan 6-8 bulan. Luka dapat menjadi sumber rasa tidak nyaman pada irisan abdominal dan ostomi. Dan perlu perawatan yang lebih baik dan intensif. Pasien dapat dihantui rasa sakit pada rektal karena inerfasi simpatik untuk kontrol rektal tidak diganggu. Sakit dan rasa gatal kadang-kadang bisa terjadi srtelah penyembuhan. Tidak ada penjelasan secara fisiologis untuk rasa ini. Intervensi dapat termasuk pengobatan anti puritis seperti bezocain dan sitz baths. Perawat : - Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada pasien
-Secara berkelanjutan menilai tanda infeksi, nanah atau komplikasi lainnya.
-Metode pelaksanaan menbentuk pengeringan luka dan kenyamanan ( Bab 56-2 ).

PENAANGGULANGAN SECARA INDIVIDUAL YANG TAK EFEKTIF
Rencana: Tujuan pasien
Tujuannya adalah bahwa pasien akan mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan metode penanggulangan yang efektif dalam persetujuan dengan meluhat perubahan dan takut kehilangan pengalaman.
INTERVENSI
Pasien dan keluarganya dihadapkan dengan isu atau rumor penyakit kanker kemungkinan kehilangan fungsi tubuh dan perubahan fungsi tubuh.
Perawat mengamati dan mengidentifikasi :
• Metode baru penanggulangan pasien dan keluarganya
• Sumber dukungan atau semangat yang efektif digunakan pada saat setelah krsisis

POKOK-POKOK ILMU KEPERAWATAN LUKA PERINEAL
* Perawatan luka
irigasi luka dengan normal salin povidon iodin ( betadin ) atau larutan peroksida sering seringnya diperintahkan oleh dokter menggunakan tehnik steril dengan teliti.
- Letakkan kasa penghisap diatas luka
- Ajarkan klien bahwa dia boleh :
1. Menggunakan serbet wanita sebagai pembalut .
2. Memakai celana dalam tipe joki dari petinju
3. Mencukur rambut perineal sering-sering
* Langkah-langkah kenyamanan
@ Rendam daerah luka dalam air ukuran 10 – 20 minimal 3 atau 4 kali per hari.
@ Berikan obat sakit sesuai perintah dan taksiran yang efektif
@ Ajarkan pasien tentang aktifitas yang diperbolehkan. Klien boleh :
- Mengambil posisi berbaring menyamping di tempat tidur, menghindari duduk untuk waktu lama.
- Menggunakan bantal busa atau bantal yang lembut untuk duduk sewaktu-waktu dalam posisi duduk.
- Menghindari penggunaan alat cincin udara tau kue karet
* Pencegahan komplikadsi
a. Pertahankan keseimbangan larutan dan elektrolit dengan melihat kemasukan dan pengeluaran serta melihat pengeluaran dari luka perineal.
b. Observasi intregitas barisan jahitan, perhatikan eritema, edema, perdarahan ,drainage purulent, bau yang luar biasa dan berlebihan atau perasaan sakit yang teru-menerus.
Klien dan keluarganya memperkenalkan ajaran tentang masalah kesehatan ke klien
Perawat mendorong pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaan tentang ostmi. Perawat mengatakan bahwa kesedihan, kemarahan, perasaan kehilangan dan depresi adalah respon normal untuk perubahan fungsi tubuh.
Hal itu dapat menolong diskusi tentang kolostomi sebagai satu aspek perawatan pasien dari pada membuat hal itu sebagai dari perawatan, seperti defekasi hanya satu aspek fungsi fisiologi pasien. Perawat mendorong pasien untuk melihat dan menyentuh stoma. Waktu tenaga jasmani klien mampu, perawat mendorong pasien berpartisipasi dalam perawatan kolostomi. Perawat membantu pasien dan keluarganya dalam merumuskan pertanyaan dan menungkapkan dengan kata-kata. Perwat mengobserfasi apakah pasien mempunyai informasi penting dan mempunyai kemampuan psikomotor yang di pelajari utuk perawatan kolostomi. Partisipasi dalam membantu untuk memulihkan perasaan pasien dalam mengontrol gaya hidup dan memudahkan peningkatan menghargai diri sendiri.



PERENCANAAN PERAWATAN
* Persiapan perawatan rumah
Perawat menilai semua pasien mempunyai kemampuan melakukan perawatan insisi dan aktifitas hidup sehari-hari (ADL) dalam batas-batas tertentu.
Untuk pasien yang menjalani kolostomi, perawat menimbang situasi rumah untuk membantu pasien dalam pengaturan perawatan. Jadi ostomi akan berfungsi secara tepat, pasien dan keluarga harus menjaga persediaan ostomi di daerah (kamar mandi lebih disukai) dimana temperatur tidak panas juga tidak dungin (rintangan kulit dapat menjadi keras atau meleleh dalam temperataur ekstrim).
Tidah ada perubahan yang di butuhkan dalam akomodasi tidur. Beberapa pasien pindah ke ruangan tersendiri atau ke tempat tidur kembar. Ini dapat menuntun jarak fisik dan emosionil dari suami atau istri dan yang penting lainnya. Penutup karet pada awalnya dapat di tempatkan di atas kasur tempat tidur jika pasien merasa gelisah tentang sistem kantung.
* Pengajaran kesehatan
Pasien yang menjalani reseksi kolon tanpa kolostomi menerima instruksi untuk kebutuhan spesifik di berokan sama pada pasien yang menjalani bedah abdomen. Di samping informasi ini, perawat mengajar semua pasien dengan reseksi kolon untuk melihat dan manifestasi laporan klinik untuk opstruksi usus dan perforasi.
Rehabilitasi sesudah bedah ostomi mengharuskan pasien dan keluarga belajar prinsip perawatan kolostomi dan kemampuan psikomotor untuk memudahkan perawatan ini. Memberikan informasi adalah penting, tetapi perawat juga harus memberikan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk belajar kemampuan psikomotor yang terlibat dalam perawatan ostomi sebelum pelaksanaan. Waktu latihan yang cukup direncanakan untuk pasien dan keluarga atau yang penting lainnya. Sehingga mereka dapat mengurus, memasang dan menggunakan semua perawatan ostomi. Perawat mengajar pasien dan keluarga :
• Tentang stoma
• Pengunaan, perawatan dan pelaksanaan sistem kantung
• Pelindung kulit
• Kontrol diet atau makanan
• Kontrol gas dan bau
• Potensial masalah dan solusi
• Tips bagaimana melanjutkan aktifitas normal, termasuk bekerja, perjalanan dan hubungan seksual.
Pasien dengan kolostomi sigmoit mungkin beruntung dari irigasi kolostomi untuk mengantur eliminasi. Perawat mendiskusikan teknik ini dengan pasien dan keluarga untuk menentukan itu dikerjakan dan dirasakan berharga. Jika metode ini di pilih, perawat mengajar pasien dan keluaraga bagaimana melakukan irigasi kolostomi. Berbagai macam alat ajar dapat di gunakan. Instruksi tertulis menolong sebab clien dapat mengambil contoh ini sebagai acuan untuk waktu yang akan datang. Reposisin sangat diperlukan dalam mengajarkan pada pasien tentang kemampuan ini. Kegelisahan, ketakutan, rasa tidak nyaman dan semua bentuk tekanan mengubah pasien dan kemampuan keluarga pasien untuk belajar dan mengumpulkan informasi.
Dalam rangka menginstruksikan pada pasien tentang manifestasi klinis dari gangguan penyumbatan dengan dibuatnya lubang. Perawat juga menyarankan pada pasien dengan kolostomi untuk melaporkan adanya demam ataupun adanya serangan sakit yang timbul mendadak atau pun rasa berdenyut/ bergelombang pada sekitar stoma.
Persiapan Psikososial
Diagnosa kanker dapat menghentikan emosional klien dan keluarga atau orang penting lainnya, tetapi pengobatan di sambut sebab itu memberikan harapan dalam mengontrol penyakit. Perawat memeriksa reaksi sakit pasien dan persepsi dari interfensi yang di rencanakan.
Reaksi pasien terhadap pembedahan ostomi,yang mana mungkin termasuk pengrusakan dan melibatkan :
• Perasaan sakit hati terhadap yang lain
• Perasaan kotor, dengan penurunan nilai rasa
• Takut sebagai penolakan
Perawat mengijinkan pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaannya. Dengan mengajarkan pasien bagaimana fisiknya mengatur ostomi, perawat membantu pasien dalam memperbaiki harga diri dan meningkatkan body image, yang mana memiliki peranan penting dalam hubungan yang kokoh dengan yang lain. Pemasukan keluarga dan orang lain yang penting dalam proses rehabilitasi, juga menolong mempertahankan persahabatan dan meningkatkan harga diri pasien.




Sumber Perawatan Kesehatan
Sumber sementara di sediakan untuk melengkapi kerja perawat, meliputi perawatan lanjutan di lingkungan rumah. Dan mendukung keperluan pasien di saat perawat tidak dapat menemui pasien.
Social Services Department
Perawat membuat referensi kerja untuk :
• Mendukung kemajuan konseling emosionalpada pasien dan keluarganya serta orang lain yang berkepentingan
• Menolong dalam mengatur masalah mengenai keuangan yang mungkin di miliki pasien dan keluarganya
• Mengatur perawatan rumah ataupun perawatan pencegahan penyebaran bila di perlukan
Terapi Enterostomal
Perawat membuat referensi untuk terapi enterostomal ( ET ) untuk :
• Menolong memberi pengetahuan dan pengertian agar pasien tenang sebelum operasi
• Evaluasi dan memberi tanda pada tempat yang akan dibuat stoma
• Menolong dengan perawatan setelah operasi dan memberikan pengajaran
• Menyediakan konsultasi mengenai masalah perawatan
• Bersedia membantu dalam proses pelepasan
Asosiasi Perkumpulan Ostomi
Perawat menyediakan informasi tentang United Ostomy Assosiation, sebuah badan pembantu bagi orang-orang dengan ostomies. Literatur seperti publikasi organisasi dan informasi mengenai penerbit-penerbit lokal di berikan kepada pasien. Organisasi ini membawa program kunjungan yang mendatangkan pelatih kusus ( juga memiliki ostomi ) untuk bicarrensi untuk program pemeriksaan lalu fisitor dapat memantau pasien preoperatif sampai post operatif. Dokter mengijinkan untuk kunjungan.
American Cancer Society
Difisi lokal atau unit dari amerika cancer society dapat menyediakan peralatan obat dan supli yang penting, pelayanan kesehatan di rumah, akomodasi, dan sumber-sumber lain untuk pasien yang dalam perawata kanke ataupun operasi ostomi. Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya tentang progaram yang di sediakan melalui difisi lokal ataupun unit-unit.
Home Health Agency
Perawat ataupun manager kasus membuat rujukan ke agen kesehatan rumah untuk menyediakan perawatan lanjutan. Sumber ini membantu dalam perawatan fisik, pengajaran dan dukungan emosional ketika pasien kembali ke lingkungan rumah.
Lokal Pharmacy
Perawat menginformasikan pada pasien dan keluarganya apakah yang di butuhkan dari suplai ostomi dan di mana mereka bisa membeli. Harga dan lokasi di jelaskan sejelasnya sebelum rekomendasi di buat untuk pasien.
EVALUASI
Perawat mengevaluasi penyediaan perawatan untuk pasien dengan kanker colorektal. Hasil yang di harapkan adalah meliputi bagaimana pasien akan :
• Mendemonstrasikan penyembuhan dari proses operasi dengan mengembalikan fungsi gastrointestinal dengan pernafasan yang stabil, sistem kardiovaskuler dan sistem ginjal kembali normal.
• Mendemonstrasikan perawatan luka, dan apabila di aplikasikan perawatan kolostomi dengan bantuan yang minimal.
• Mendemonstrasikan cara koping yang efektif dengan merasionalkan diagnosa kanker dan perawatannya.

PEMECAHAN MASALAH SPESIAL DALAM PENGGUNAAN KOLOSTOMI
Problem : Bau.
• Makanan : Produks susu (susu mendidih, telur dan beberapa keju), ikan, bawang putih, kopi, alkohol, kacang-kacangan, prunes, buncis, kubis, asparagus, lobak, brokoli, lobak cina, makanan yang banyak sekali bumbunya.
• Obat : Antibiotik, vitamin,zat besi.
Solusi :
• Bayam, jus berry, yogurt, susu, sayuran hijau, meningkatkan vitamin C pada makanan atau persediaan vitamin.
• Obat oral :
- Tablet klorofil untuk bau fecal (menyerap gas)
- Tablet chorcoal
- Bismuth bicarbonat
- Bismuth subgallate(Devrom atau biscaps) 1 atau 2 tablet dengan makanan dan 1 tablet hs
• Persiapan kantong :
- Kantong tahan bau atau kantong dengan mekanisme kontrol bau
- Persediaan pabrik (tempat sejumlah kecil kantong ) : Banish II atau superbanish (united),odor- guard (marlan), ostobon (pettibonelaps), aktivated charcoal, ostomi deodorant (sween), nilodor, devko tablets (partenon Co), D-odor, M-9 (masonlab).
- Larutan sodium bicarbonat (merendam bola kapas dalam kantong)
- Vanila, papermint, lemon atau sari almond (letakkan 10 tetes ke dalam kantong atau merendam bola kapas ).
- Bumbu favorit, cengkeh atau kayu manis
- Obat kumur (contoh : cepacol, listerine). Beberapa tetes dalam kantong atau bola kapas direndam dalam kantong.
• Kebersihan kantong :
- Wisk dan air (larutan 1 : 1)
- Baking soda dan air (larutan 1 : 1)
- Cuka putih ramah tangga dan air (larutan 1 :1 )
- Produk pabrik :uri- klin, uni- wash (united), periwash (sween), skin care cleaner (bard).
- Baking soda (sesudah mengeringkan kantong, bubuk dalam baking soda ).

Problem : Gas dalam perut
• Aktivitas : makan cepat dan berbicara diwaktu yang sama, permen karet, merokok, mendengkur, gangguan emosional.
• Makanan : jamur, bawang ,buncis, kubis, kubis brussel, keju, telur, bir, minuman karbonat, ikan, makanan yang banyak bumbunya, beberap minuman buah, jagung, daging babi, kopi, makanan tinggi lemak.
Solusi :
• Menghindari aktivitas itu, makan padat sebelum mengambil yang cair
• Adaptasi kantong : pergunakan kantong dengan gas atau penyaring bau.
Problem : Iritasi kulit
• Alergi : eritema, erosi , edema, tangisan, pendarahan , kegatalan, panas, perih, iritasi dengan bentuk yang sama sebagai alergi bahan tertentu
• Pembongkaran bahan kimia : stool, urin, lem, pelarut, sabun, detergen, proteolitic,enzim digestif.
• Hiperplasia epidermal : meningkatkan pembentukan sel epidermal yang menyebabkan bahan pengental diratakan diluar kulit.
• Trauma mekanik : tekanan, pergeseran, pengelupasan kulit (contoh : bahan perekat , plester, ikat pinggang).
Solusi :
• Cream : sween cream, unicare crem atau holister skin.
Conditioning cream (gunakan jumlah kecil dan gosokkkan, plester akan melekat waktu kering).
• Bubuk (karaya gung, stoma hesive, corn starch) digunakan dengan jel kulit (skin prep, skin gel).
• Antacids: alumuniun hidroksida (ampho gel, maalox) digunakan dengan skin sealant (skin prep, skin gel).
• Skin sealant alone (untuk kulit yang agak memerah).
• Skin barrier : satu aplikasi selama 24 hari atau lebih panjang yang dapat membersihkan iritasi dengan cepat.
• Lem/perekat (holister premium , stoma hesive) digunakan untuk mengisi lipatan dan tempat.
• Pengering rambut dalam keadaan dingin untuk menurunkan kelembaban.
• Jangan menempeli atau membocorkan ,perbaiki masalah kebocoran segera.

PROSEDUR IRIGASI
1. Siapakan alat yang di perlukan :
- Alat irigasi berserta lengan irigasi.
- Selang beserta klem
- Kateter
- Botol untuk larutan irigasi
- Perawatan kulit
- Kantung baru yang siap pakai
2. Memindahkan kantong yang lama dan membuangnya
3. Bersihkan daerah stoma dan kulit
4. Pasangkan lengan irigator dan tempatakn pada akhir lengan yang masuk ke toilet
5. Mengisi botol irigasi dengan 500 – 1000 ml air hangat
6. Menggantung botol irigasi dengan dasar botol setinggi bahu
7. Biarkan cairan mengali terus ke dalam selang untuk mengeluarkan atau memudahkan udara keluar dari dalam selang
8. Masukkan dengan hati-hati kateter 2-4 inci ke dalam stoma jangan di paksakan, masukkan caiaran pelan-pelan.
9. Berikan kira-kira 15-20 menit.Kemudian feces sebagian besar keluar, tangan di bilas, keringkan pantat, gulung sleeve dan untuk yang terakhir tutup.Anda bisa melakukan aktivitas lain 30-40 menit kemudian.
10. Kemudian kosongkan feces seluruhnya, pindahkan lengan irigator, bersihkan stoma dan pasang kantong yang baru
11. Bersihkan lengan irigator kemudian keringkan dan simpa
Spesial Tips
1. Irigasikan sedikitnya sekali dalam 24 jam.
2. Anda boleh berharap untuk memakai tutup stoma kecil dari suatu kantong di antara irigator.
3. Jika kram terjadi sementara anda sedang mengirigasi, hentikan irigasi dan tunggu.Setelah kram redah dan anda siap untuk menjalankan prosedur, cobalah hal berikut : Pelankan aliran cairan, rendahkan botol atau hangatkan air.
4. Pastikan bahwa udara keluar dari selang sebelum menempatkannya pada stoma.
5. Jika airtidak mengalir dengan lancar, cobalah merubah posisi dari kateter, cek selang apabila ada hambatan dan jumlah air dan relaksasi dengan beberapa napas dalam.
6. Jika tidak ada kembalian yang terjadi, cobalah masase dengan lembut abdomen atau meminum cairan.

Pendekan Terhadap Masalah yang Biasanya Terjadi
1. Jika terjadi tumpahan atau bocor pada irigator cobalah :
a. menurunkan jumlah cairan infus
b. Menurunkan jumlah irigan yang digunakan
c. Membatasi seberapa jauh kateter dimasukkan kedalam bowel
d. Memperbolehkan waktu yang lebih lama untuk evakuasi
2. Jika anda menahan untuk membuang air setelah irigasi coba :
a. Rubah posisi
b. Jalan-jalan didaerah sekitar
c. Masase abdomen pelan-pelan
d. Minum sesuatu yang hangat
3. Jika terjadi kembalian anda mungkin butuh pakaian untuk kantong
4. Jika terjadi kembalian setelah terjadi irigator bersih, turunkan frekuensi irigator
5. Jika anda merasa lemah atau letih selama irigasi, hentikan prosedur dan berbaringlah. Apabila kelemahan berkurang, Rrubahlah posisi untuk memudahkan evakuasi
6. Panggil dokter jika kelemahan dan jika masih ragu.
7. Jika anda masih lemah selama irigasi, pakai air hangat pelan-pelan dan coba sisipkan kateter kurang dalam dari stoma, kemudian anda irigasi lain waktu.
8. Jika kelemahan atau letih adalah masalah berkurang, beritahukan dokter anda.

TABEL 56 – 2.Prosedur pembedahan untuk Ca Colorektal diberbagai lokasi
Lokasi tumor : Tumor disisi kanan kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomy kanan untuk lesi yang kecil
b. Kolostomi atau Ilestomi ascending kanan untuk lesi yang menyebar luas
c. Cecostomy (pembukaan dalam sekam untuk menekan usus besar)
Lokasi tumor : Tumor di sisi kiri kolon
Prosedur :
a. Hemikolectomi kiri untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomy descending kiri untuk lesi yang lebih besar (Contoh prosedur Hartman)
Lokasi tumor : Tumor kolon sigmoid
Prosedur :
a. Kolectomi sigmoid untuk lesi yang lebih kecil
b. Kolostomi sigmoid untuk lesi yang lebih besar (contoh prosedur Hartman)
c. Reseksi perineal abdomen besar,tumor sigmoid rendah (dekat dengan anus) dengan kolostomi (rektum dan anus) sama sekali di gerakkan, meninggalkan luka perineal.
Lokasi tumor : Tumor rektal
Prosedur :
a. Reseksi dengan anastomosis / melalui prosedur (melindungi spicter anus). Dan perlu ekliminasi normal.
b. Reseksi kolon dengankolostomi permanen
c. Reseksi perineal abdomen dengan kolostomi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya





LAPARATOMI

Pengertian
Pembedahan perut sampai dengan membuka selaput perut .
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah  4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.

Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).

PERAWATAN PRE OPERATIF
PENGKAJIAN
Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
• Umur
• Alergi terhadap obat, makanan
• Pengalaman pembedahan
• Pengalaman anestesi
• Tembakau, alcohol, obat-obatan
• Lingkungan
• Kemampuan self care
• Support system

PEMERIKSAAN FISIK

• Pengkajian dasar preop dilakukan untuk :
• Menentukan data dasar
• Masalah pengobatan yang tersembunyi
• Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
• Potensial komplikasi post op.

Fokus : Riwayat dan sistem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.

System kardiovaskuler
Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan anestesi.
Perubahan jantung  39 % kematian perioperatif.

Sistem pernapasan
Lansia, smoker, PPOM  resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
 Mencegah pertukaran oksigen/CO2
 Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.
 Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru  efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi menurun.

Renal system
Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
Skopolamin, morphin  konfusi disorientasi

Neuorologi system :
Kemampuan ambulasi, dan reflek, serta aktivitas lainya.

Muskulussceletal
Deformitas  mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
Artritis  menerima posisi  nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
Kekuatan, tonus otot.

Status Nutrisi
Malnutrisi, obesitas  resiko tinggi pembedahan
Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
Obesitas  wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi

Psikososial asesment
Tujuan : menentukan kemampuan coping
Informasi
Support

Laboratorium
Analisis:
1. Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
2. Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op


Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op

Intervensi
Fokus : Edukasi pre-operasi
Informasi : Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-op exersice.

Informed Consent :
- alasan pembedahan
- pilhan dan resikonya
- resiko pembedahan
- resiko anestesi

Pembatasan diit  NPO (nothing per oral ) 6 – 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro intestinal ) preparasi :
- mencegah perlukaan colon
- melihat jelas area
- mengurangi bacteri intestinal

Skin preparasi
Tube, drain, Intra Venous line
Post – op exercise :
- diaphragmatic breating
- incestive spirometri
- cougling and spinting the surgical wound
- turning and leg exercise

Kecemasan :
Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
Intervensi :
- preoperatip teaching
- comunikatip
- rest.

INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF

ANGGOTA TIM PEMBEDAHAN
Tim pembedahan terdiri dari :
• Ahli bedah
• Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi.
• Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bius dokter, risiden, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
• Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
• Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
• Circulating Nurse
• Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas :
 Set up ruangan operasi
 Menjaga kebutuhan alat
 Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
 Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
 Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.

Selama pembedahan :
- Mengkoordinasikan aktivitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membenatu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.

• Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.

PENYIAPAN KAMAR DAN TEAM PEMBEDAHAN.
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi  design (protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
• Kamar terima
• Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.
• Ruang linen bersih.
• Ruang ganti
• Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.
• Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
• Stretcher atau meja operasi.
• Lampu operasi.
• Anesthesia station.
• Meja dan standar instrumen.
• Peralatan suction.
• System komunikasi.

2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri  team pembedahan yang hygiene  dan kesehatan  ( kulit, rambut, saluran pernafasan).

Pencegahan kontaminasi :
• Cuci tangan.
• Handscoen.
• Mandi.
• Perhiasan (-) cincin, jam tangan, gelang.

3). Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.

4). Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
• Ahli Bedah
• Semua asisten
• Scrub nurse.
 sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.

Alat-alat:
• Sikat cucin tangan reuable / disposible.
• Anti microbial : betadine.
• Pembersih / pemotong kuku.
 Waktu : 5 – 10 menit  dikeringkan dengan handuk steril.

ANASTHESIA.

Anasthesia (Bahasa Yunani)  Negatif Sensation.
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran.
Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor klien.

TYPE ANASTHESIA:
Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.

Anasthesia Umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.

Stadium Anesthesia.
- Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.
- Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
- Stadium III : Ansethesi pembedahan..
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.

Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal

Inhalasi
Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru.
Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
Gas: Nitrous Axida ( N20).
Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat.
Jenis yang biasa dipakai;
a. Folatile:
b. Halotan :
c. Ethrane.
d. Penthrane.
e. Forane.

Anesthesi Injeksi IV.
Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan. Jenis opbat yamng biasa dipakai;
 Barbiturat.
 Narcotik:
 Inovar
 Ketamine
 Neuromusculer Brochler.

Anestesi Local Atau Regional
Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.

Teknik pemberian.
Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi
Bentuk: Salep atau spray.

Lokal Anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.

Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi
( hernioraphy , dental prosedur ,bedah plstik )

Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi. Block saraf memutus transmisi sensasi, motor, sympatis.

Spinal Anestesi / Intra Techal
Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid.
Pada L 2 – 3 atau L 3 – 4.

PENGKAJIAN :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
- Memvalidasi identitas klien.
- Memvalidasi inform concent.

Chart Review.
- Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan.
- Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.

Perawat menanyakan.:
- Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
- Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
- Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
- Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
-  Kateterisasi.


DIAGNOSIS KEPERAWATAN.
1. Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan anesthesia
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh selama pembedahan.

PERENCANAAN
Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
Tujuan : Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama pembedahan dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.

INTERVENSI:
- Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.
- Positioning  posisi yang tepat.
Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi yang minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV line, cara anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
- Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak menekan tubuh.
- Chek hati-hati alat / electrosurgical  mencegah luka bakar.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang minimal.

Intervensi:
- Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.
- Penutupan kulit:
- Tujuan:
- Menutup lumen pembuluh darah.
- Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.
- Mencegah kontaminasi luka.

Dua factor yang menentukan kekuatan penutupan luka :
- Materi jahitan.
Ahli bedah akan memilih metode dan type penutupan kulit berdasarkan letak incisi, ukuran dan kedalaman luka, usia dan riwayat medik klien.
- Staples dan plester digunakan untuk menutup luka superfisialis atau epidermis.
Benang jahit : Absorbable dan non absorbable.
Ukuran benang : 0.-5, 2 – 0 –11- 0.

INTERVENSI KLIEN POST OPERASI.
PENGKAJIAN;
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi.

Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik

System Pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
- Potency jalan nafas,  meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit  depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal  gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat. - Auscultasi paru  keadekwatan expansi paru, kesimetrisan. - Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi. Thorax Drain. Sistem Cardiovasculer. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung  depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi meningkat  shock, nyeri, hypothermia. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas). Homan’s saign  trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri). Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit - Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. - Ukur cairan  NG tube, out put urine, drainage luka. - Kaji intake / out put. - Monitor cairan intravena dan tekanan darah. Sistem Persyarafan. - Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran  semua klien dengan anesthesia umum. - Klien dengan bedah kepala leher :  respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum  depresi fungsi motor. Sistem Perkemihan. - Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi  retensio urine. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli). - Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam  komplikasi ginjal. Sistem Gastrointestinal. - Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat. - Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. - Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus. - jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam. - Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung. • Meningkatkan istirahat. • Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah. • Memonitor perdarahan. • Mencegah obstruksi usus. • Irigasi atau pemberian obat. Sistem Integumen. - Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid. - Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun. - Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan : • Infeksi luka. • Diostensi dari udema / palitik ileus. • Tekanan pada daerah luka. • Dehiscence. • Eviscerasi. Drain dan Balutan Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah, warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8 jam saat di ruangan. Pengkajian Nyeri Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative. Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika. Pemeriksaan Laboratorium. Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap. DIAGNOSIS KEPERAWATAN. 1. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi, nyeri. 2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan drainage. 3. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan. 4. Potensial terjadi perlukaan berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi. 5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post operasi. 6. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan skresi. 7. Perubahan eliminasi urine ( penurunan) berhubungan dengan obat anesthesia dan immobilisasi. PERENCANAAN 1. Gangguan pertukaran gas Tujuan : Klien akan mempertahankan ekspansi paru dan fungsi pernapasan yang adekuat. Intervensi : - Posistioning klien untuk mencegah aspirasi - Insersi mayo  mencegah obstruksi, melakukan suction. - Pemberian aksigen - Endotracheal tube/mayo dilepas  refleks gag kembali - Dorong batuk dan bernapas dalam 5 – 10 x setiap 2 jam. Khususnya 72 jam pertama (potensial komplikasi :atelektasis, pneumonia). - Klien dengan penyakit paru, orang tua, perokok, panas spirometer. - Suction. 2. Gangguan integritas kulit Tujuan : - luka klien akan sembuh tanpa komlikasi luka post operatif. Penyebab luka infeksi : - kontaminasi selama pembedahan - infeksi preoperative - teknik aseptic yang terputus - status klien yang jelek. Intervensi : - Terapi obat :  antibiotik profilaksis spectrum luas (24 – 72 jam post op)  perawatan luka dengan gaas antibiotik. - Balutan luka : ganti sesuai order dokter. Luka yang ditutup dengan balutan dibuka 3-6 hari. - Drain :  evakuasi cairan dan udara  mencegah luka infeksi yang dalam dan pembentukan abses pada luka bedah. 3. Nyeri Tujuan : klien akan mengalami pengurangan nyeri akibat luka bedah dan posisi selama operasi. Intervensi : - Terapi obat : • Pemberian anlgetik narkotik dan non narkotik  nyeri akut (meperidin hydroclorida, morphine sulphate, codein sulphate, dan lain-lain.) • Mengkaji tipe, lokasi ditensitas nyeri sebelum pemberian obat. • Pada pembedahan yang luas  kontrol nyeri  iv pump. • Observasi tekanan darah, pernapasan, kesadaran, (depresi napas, hyotensi, mual, muntah  komplikasi narkotik). Metode pangendalian nyeri yang lain : 1. positioning 2. perubahan posisi tiap 2 jam 3. masase EVALUASI : Kriteria hasil yang diharapkan pada klien post op adalah : 1. Mempertahankan ekspansi paru dan fungsi yang adekuat yang ditandai suara napas jernih. 2. Mengikuti diet TKTP 3. menjelaskan dan mendemonstrasikan perawatan balutan dan drain. 4. Penyembuhan komplit tanpa komplikasi 5. Mengungkapkan nyeri hilang. DAFTAR KEPUSTAKAAN Dr. Sutisna Himawan (editor). Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company. Philadelphia. 1984. Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II. ATRESIA ANI 1. Definisi Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. 2. Etiologi Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti : 1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe). 2. Kelainan sistem pencernaan. 3. Kelainan sistem pekemihan. 4. Kelainan tulang belakang. 3. Klasifikasi Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : 1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. 2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomali rendah Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomali tinggi Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm. Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <>
4. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

7. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
2. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
3. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
4. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.

8. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
1. Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
2. Colostomi sementara
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
1. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2. Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
3. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
7. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).

8. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
9. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
10. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
11. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).
2. Diagnosa Keperawatan
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu:
a. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993).
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).
5. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi,2001).
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1993).
7. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993).
8. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan penumpuksan secket berlebih (Doenges,1993).
9. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Whaley & Wong,1996).
2. Intervensi Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut :
1. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001).
Tujuan yang diharapkan yaitu terjadi peningkatan fungsi usus, dengan kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya tinja,tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan.
Intervensi :
1. Dilatasikan anal sesuai program.
2. Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit, dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.
Intervensi :
1. Kaji area stoma.
2. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma.
3. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma.
4. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma.
5. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal.
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan.
2. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret berlebih (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas, mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil : bunyi nafas bersih, menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot tambahan.
2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif, catat karakter, jumlah spuntum, adanya hemaptoe.
3. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam.
4. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan.
5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi.
6. Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda mal nutrisi.
Intervensi :
1. Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan.
2. Kaji kesukaan makanan anak.
3. Beri makan sedikit tapi sering.
4. Pantau berat badan secara periodik.
5. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan.
6. Beri perawatan mulut sebelum makan.
7. Berikan isirahat yang adekuat.
8. Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit.
6. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi.(Suriadi,2001;159)
Tujuan yang diharapkan adalah memberi support emosional pada keluarga, dengan kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan.

Intervensi :
1. Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah.
3. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien.
4. Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien.
5. Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda – tanda vital dan pengkajian.
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil : ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal.
Intervensi :
1. Tanyakan pada pasien tentang nyeri.
2. Catat kemungkinan penyebab nyeri.
3. Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri.
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi.
6. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan diit (Doenges,1993).
Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai kebutuhan, dengan kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat defekasi.
Intervensi :
1. Auskultasi bising usus.
2. Observasi pola diit dan itake cairan
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya sekarang, dengan kriteria hasil : pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma.
Intervensi :
1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.
2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
4. Observasi perilaku pasien.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.
6. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Walley & Wong,1996).
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di rumah.
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal secara tepat.
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)
2.5 Implementasi Keperawatan
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari : validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan melakukan tindakan keperawatan.
1. Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian.
2. Dokumentasi rencana keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
3. Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun situasi.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. http://www.askep-atresia-ani.html



ASKEP STRIKTUR URETRA
Defenisi
Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Anatomi fisiologi uretra
Uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulan uretra dan bulbulus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak bebas di luar tubuh sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum, terdapat spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P x V : C.R
Keterangan rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal tahanan berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen uretra mengecil sehingga tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk mempertahankan volume sesuai dengan hukum Borle – Bar – Lussae tekanan harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing harus menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil juga bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.
Etiologi
Striktur uretra bisa terjadi secara kongenital misalnya congenital meatus stenosis, klep uretra posterior. Striktur uretra yang dapat terjadi akibat uretritis gonarhoika atau nogonarhoika, akibat ruptura uretra anterior maupun posterior ratrogenik seperti uretra akibat instrumentasi, pasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis tekanan di daerah penoskrotal. Di RS DR Cipto Mangkusumo penyebab terbanyak adalah karena ruptura uretra anterior maupun posterior.
Patologi
Striktur Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot. Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu, residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine, abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau uretra proximal dari striktur.
Gejala dan tanda
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran air seni kecil dan bercabang gejala yang lain iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang dengan infiltrat, abces dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urine.
Pemeriksaan fisik
Anamnese
Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra.
Pemeriksaan umum dan lokal
Untuk mengecek keadaan penderita juga untuk merubah fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
Pemeriksaan pembantu
Laboratorium Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior. Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.
Uretroskopi
Pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik. Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk, dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca tindakan Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri kalau Q maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis. Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi (TURP). Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara pendekatan melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu dysuria, frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu dilatasi terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada wanita dapat dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie
Komplikasi
a.Infeksi saluran kemih.
b.Gagal ginjal.
c.Refluks vesio uretra.
d.Retensi urine.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu bentuk proses penyelesaian masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu pasien. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi :
Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Tindakan Evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.
Pengumpulan data meliputi :
Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
Biodata penanggung jawab meliputi :
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
Keluhan utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.
Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan mobilisasi secret pada jalan nafas.
Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana warna urine.
Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
Sistem integumen
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan penyakitnya.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
Perencanaan
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan pola eliminasi BAK
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan output urine dan karateristik.
Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
2) Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
3) Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
4) Mengusahakan intake cairan (2500 – 3000).
Rasional : Melancarkan aliran urine.
5) Setelah kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi BAK Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Pasien mengatakan perasaannya lebih nyaman.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.
2) Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa diberikan.
3) Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional : Gejala menghilang.
4) Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28 jam.
Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
3. Resiko volume cairan berlebihan berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan
Gejala – gejala dini intoksikasi air secara dini dikenal.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan pasien mengenai gejala-gejala keracunan air dalam 24 jam pertama : bingung, agitasi, kulit hangat, lembab, anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : Deteksi dini kemungkinan pengobatan dini.
4. Resiko infeksi, hemoragi dengan pembedahan.
Tujuan
Tidak terjadi infeksi, perdarahan minim.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
2) Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
3) Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.
4) Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya 1 minggu.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
5) Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
6) Mengusahakan intake yang banyak.
Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan
Pasien dapat mengendalikan berkemih.
Intervensi keperawatan
1) Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
Rasional : Mendeteksi kontinen.
2) Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
3) Penyuluhan latihan-latihan perineal.
Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Intervensi keperawatan
1) Memberi intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan..
Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
2) Memberikan informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti semula. Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu). Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi. Rasional : Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi seksual.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi : Tujuan
Pasien menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat jalan.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
2) Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif sesuai kebutuhan.
3) Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan waktu BAB
4) Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
5) Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi penyumbatan.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal : Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon klien. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op striktur uretra yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan. http://www.Askep%20Striktur%20Uretra%20%C2%AB%20Hidayat2%27s%20Blog.htm